A Great Story Comes With Great Stupidity : Makan, aja. Makan.

Makan, aja. Makan.

Kayaknya waktu berjalan cepat banget. Kemaren gue lagi ‘bersih-bersih’ laptop. Hapusin file-file yang gue rasa sudah gak penting karena menuh-menuhin memori. Mulai dari foto-foto sama mantan sampai revisian skripsi, gue hapus! Huahahahaha! Terus pas lagi ubek-ubek folder seputar kuliah, gue nemu folder “PLP”. PLP sendiri merupakan singkatan dari Praktik Latihan Profesi, alias magang, saat gue kuliah semester 7 lalu. Karena lupa isinya apaan, gue buka, ada folder “tugas”, buka lagi, folder “data”, buka lagi, voila! koleksi fake taxi!

Ya enggaklah!

Di dalam folder PLP itu isinya data dan file document selama gue magang mengajar di sebuah SMA pada tahun 2015 lalu. Enggak hanya itu, ada juga folder foto yang isinya tentu saja koleksi fake taxi. Astaghfirullah. Fokus. Fokus. Isinya yaaaa foto-foto selama gue magang di sekolah itu bersama 5 teman gue.

Ngeliat foto-foto itu gue jadi mikir, “Gila! perasaan baru kemaren magang, taunya udah 2 tahun lalu!”

Magang gue waktu itu berjalan lancar. Gak seperti temen-temen gue yang suka mengeluh karena sekolah tempat magangnya benar-benar ‘keras’, sekolah tempat gue praktik ini bener-bener asik.

Selain jarak rumah dengan sekolah yang lumayan dekat, banyak hal yang bikin gue nyaman praktik di sekolah ini. Pertama, gue gak harus datang tiap hari ke sekolah. Cukup datang saat hari Senin untuk upacara, selebihnya datang pas ada jam mengajar aja. Kebetulan gue kedapatan jadwal ngajar hari Rabu pukul 12.30 sampai 14.00 dan hari Jumat pukul 7.15 sampai 8.45. Ditambah kegiatan ekskul tiap hari Sabtu pukul 11.30, dalam seminggu gue cukup 4 kali datang ke sekolah. Habis mengajar itupun gue sudah dibolehin langsung pulang. Bermesraan dengan kasur.

Bandingkan dengan temen gue yang di sekolahnya, dia musti datang tiap hari, pulangnya ngikutin jadwal guru yaitu pukul 4 sore. Padahal belum tentu tiap hari ada jadwal ngajar. Kasian.

Kedua, guru-guru di sekolah itu semuanya baik. Mereka sering ngajak ngobrol, diskusi dan sharing soal indeks harga saham gabungan murid-murid di kelas. Mereka juga tanpa ragu sering menyapa kami, para mahasiswa PLP.

Guru pamong (pendamping) kami gak kalah baiknya. Mereka mengatur sedemikian rupa agar kami berenam bisa dapet tempat duduk di dalam ruang guru. Guru pamong saat itu ada 2 orang, masing-masing bertanggung jawab atas 3 mahasiswa PLP sesuai dengan program studinya.

“Ini meja Ibu.” Kata Bu Mur, guru ekonomi yang menjadi guru pamong gue. “Kamu bisa duduk di sini. Ibu jarang di kantor, biasanya sibuk di perpus.”

Gue mengiyakan dengan ragu.

“Herlina.” Lanjut Beliau. “Kamu bisa duduk di meja belakangnya. Itu mejanya Pak Rustam. Beliau jarang ke kantor juga. Nongkrongnya di Lab komputer terus. Pakai aja mejanya.”

“Siap, Bu.” Kata Herlina.

“Manto.” Bu Mur menunjuk meja yang ada di belakang meja milik Pak Rustam. “Kamu bisa duduk di situ. Itu meja Pak Yugo, beliau guru olahraga, jarang ada di kantor juga.”

Sebenernya perkara meja ini bukan sesuatu yang serius. Kami bertiga juga jarang masuk dan bertemu di hari yang sama karena jadwal mengajar yang berbeda. Kalo pun ada jadwal di hari yang sama, paling banter berdua, gak bertiga masuk di hari yang sama. Kecuali hari Senin tentunya. Masalah tempat duduk sebenarnya kondisional aja. Kalo kosong, ya dudukin.

Awalnya gue mikir gitu, tapi pas denger cerita temen di sekolah lain gue langsung bersyukur. Jangankan dapat tempat duduk di dalam ruang guru, mereka biasanya malah lebih sering disuruh-suruh jadi guru piket, mentok juga ngumpulnya di perpustakaan. Sedih.

Ketiga, di sekolah gue dapat sarapan gratis dengan sistem total football prasmanan. Jadi, di belakang kantor guru ada dapurnya gitu dan kalo mau makan, ya tinggal ambil aja. Sebagai mahasiswa pecinta gratisan tentunya ini adalah hal paling membahagiakan. Bawaannya pengin nyanyiin lagunya American Author – Best Day of My Life sambil makan ayam penyet.

Bandingkan lagi dengan teman gue yang magang di sekolah lain, kalo makan yaaa… di kantin. Bayar sendiri. Atau enggak bawa bekal dari rumah, terus makannya di perpustakaan. Sedih pokoknya.


Keberadaan makanan gratis ini sebenernya hal yang baru gue temui. Seingat gue dulu, pas gue SMA (khususnya di SMA gue), gak ada yang namanya dapur di kantor guru. Guru-guru kalo lapar ya pesen makan di kantin baru deh diantar ke kantor. Siapapun pencetus ide dapur guru dan makan gratisan ini layak diganjar surga!

Pas hari-hari pertama magang, gue sering banget ditawarin itu makanan, “Ayo, Mas. Sarapan dulu.”

Gue cuma tersenyum sambil bilang, “Sudah, Pak.” Padahal aslinya belum. Biasa, sungkan.

Lalu lewat guru lainnya, “Makan, Mas.”

Lagi-lagi gue jawab dengan jawaban dan ekspresi muka yang sama. “Sudah, Bu.”

“Heh. Cepat kau makan sana!” perintah Bu Mur. “Gak usah malu-malu di sini. Malu ya kelaparan. Ambil nasi di belakang sana.”

Nah, kalo sudah dipaksa begini baru gue ambil. Huahahahaha.

Besok-besoknya, gue udah gak canggung lagi buat sarapan di sekolah. Selesai ngajar, ambil nasi dan lauk pauknya, makan, pulang. Kurang bahagia apa coba gue?

Selain makanan berat, kadang juga disediakan jajanan/gorengan gitu di tiap meja. Keberadaan jajanan ini biasanya tiap hari Jumat doang. Mungkin karena hari jumat dianggap ‘hari pendek’, jadinya sarapan nasinya diganti jadi jajanan gitu.

Gue inget banget pas pertama kali datang di hari Jumat, sehabis mengajar di kelas, gue mendatangi meja Bu Mur dan mendapati beliau lagi asik menyantap tahu isi. Gue pun melaporkan apa aja yang terjadi saat di kelas. Mulai dari siapa yang enggak hadir, siapa yang kurang aktif sampai siapa yang bilang sayang tapi ninggalin tanpa alasan. :’)

Mendengar laporan gue, Bu Mur cuma manggut-manggut. “Oiya, makan dulu kamu. Makan!”

“I-iya, Bu.”

“Itu kamu ambil yang punya Pak Rustam aja.” Bu Mur menunjuk sebuah piring kecil berisi tahu isi, kue bolu dan lemper yang ada di belakang mejanya. “Ambil aja, ambil. Gak usah malu-malu di sini. Malu ya kelaparan!”

Ingat dengan penjelasan beliau sebelumnya soal Pak Rustam yang gak pernah nongol di kantor guru dan faktanya sampai sekarang gue juga juga belum pernah melihat sosok Pak Rustam, membiarkan kue-kue lucu ini tergeletak di atas meja beliau itu artinya sama saja membuang-buang makanan. Mubazir! Dosa! Astaghfirullah!

“Kamu duduk di meja Ibu aja. Ibu mau pulang, sudah gak ada jam mengajar.” Ujar Bu Mur, lalu beliau menunjuk piring kecil di mejanya. “Itu lempernya makan aja. Ibu gak suka.”

LEMPER COY!

WOOOOOGHHH REJEKI NIH!

Bu Mur pun meninggalkan gue ruang guru. Gue segera duduk di kursi beliau, duduk menyamping dan mengambil kue yang ada di meja belakang. Gue makan tahu isinya dengan perlahan, untungnya tahu isinya pake isian sayur dan kecambah, bukan isi bihun apalagi isi unek-unek. Enak lah pokoknya!

Belum puas menyantap tahu isi, kue bolu menjadi sasaran selanjutnya. Dalam 3 kali gigitan, kue bolu tadi sudah lenyap dari tangan gue. Mantaaaap!

Gue menatap piring kecil tadi. Masih tersisa lemper. Gue mikir sejenak. “Hmmm… kasian dia sendirian. Susulin 2 temennya tadi, ya?”

Tangan kanan gue menyergap seonggok ketan berbungkus daun pisang itu. Gue buang lidi yang menjadi perekat daunnya, lalu jari-jari gue dengan cekatan menyobek daun pembungkus itu menjadi dua bagian. Dalam hitungan kurang dari 5 detik, lemper tadi otomatis bugil.

Di tangan gue kini ada sebuah ketan berbentuk agak panjang. Kilauan minyak membuat tampilannya sangat menggoda iman. Tanpa tedeng aling gue segera mengarah si lemper ke arah mulut gue.

Hap! Hap! Hap!

Lemper tadi menyusul tahu isi dan kue bolu ke dalam perut gue. Bungkus daun pisang si lemper tadi gue taruh di atas piring kecil di meja Bu Mur, bersebelahan dengan lemper beliau.

Baru aja mau menyantap lemper selanjutnya biar ketiga kue di dalam perut gue tadi double date, Jannah, seorang mahasiswa PLP lain manggil gue.

“Yog… Yog… Tolong sini dong.”

Walaupun beda program studi, tapi kami berenam dikirim ke sekolah ini sebagai 1 kelompok, jadi ya kami juga musti kerja sama. Gue segera berdiri dan pergi menuju meja Jannah. “Kenapa?” Tanya gue.

Dia ternyata nanya-nanya soal rencana penelitian gue di sekolah ini, bagaimana mekanismenya, mulai dari tanggal berapa dan selesai tanggal berapa. Pokoknya obrolannya memuat topik yang berat dan serius. Bicara dengan topik seperti itu membuat gue sudah cukup pede untuk nyalonin diri menjadi Walikota.

Hingga akhirnya gue menemukan topik pembicaraan yang receh. Gue melihat masih ada 3 kue di atas meja Jannah. “Gak kamu makan kuenya? Gak ada sarapan, lho.”

“Enggak, Yog. Ini kan mejanya Bu Mar. Siapa tau ini jatahnya beliau.”

Bu Mar itu guru pamongnya Jannah dan kedua temannya. Mendengar penjelasan dia ya gue cuma memberikan jawaban standar: Ohhh…

“Kamu dikasih jatahnya Bu Mur, ya?” selidik Jannah. “Enak banget.”

“Enggak, tadi aku disuruh Bu Mur ambil aja kue di meja belakangnya, punya Pak Rustam. Kata beliau Pak Rustam jarang di kantor, jadi ambil aja.”

“Pak Rustam itu yang mana, Yog?”

“Nah itu! Aku juga gak tau, dari awal masuk sampai sekarang gak pernah liat. Misterius!”

“Jangan-jangan yang itu…” Kepala Jannah menggeleng, seperti memberikan gue sebuah kode untuk melihat ke arah gelengan kepala dia, arah meja Bu Mur. Refleks, kepala gue mengikutinya.

Di sinilah gue, sedang terpaku melihat sesosok guru cowok tinggi, besar, seram, dengan kumis tebal sedang duduk di meja yang biasanya kosong itu. Kalo diperhatikan dengan seksama, beliau ini mirip Limbad, tapi rambutnya pendek.


Gue benar-benar baru pertama kali melihat bapak-bapak itu muncul. Otak dan hati gue jadi debat.

Otak: Jangan-jangan itu Pak Rustam!
Hati: Bukan, ah! Eh, gak tau juga sih. Semoga bukan!
Otak: Tapi mana mungkin juga ada guru yang duduk bukan di mejanya?!
Hati: Bener juga, ya? ITU PAK RUSTAM! MAMPOSSSS!

Bapak-bapak itu tampak melihat ke arah mejanya, melihat piring kecil yang ada di sana sudah kosong. Gue menatap perut gue sendiri. Ketiga kue lucu tadi sudah berpindah ke dalam sini. Tidak cukup dengan menatap mejanya sendiri, bapak-bapak itu mulai menoleh ke meja di sekitarnya, dari gerakannya gue bisa membaca kalo beliau bingung dan mulai berpikir keras, “KENAPA PIRING DI MEJA SAYA KOSONG?! DI MANA KUE-KUE LUCUNYA?!”

Usaha tolah-toleh beliau terhenti saat menatap meja di depannya, alias meja Bu Mur. Dia tampak memperhatikan dengan seksama meja itu. Lalu gue sadar satu hal: Bungkus lemper jatah Pak Rustam yang gue makan tadi, gue taruh di sebelah lemper Bu Mur yang masih utuh.

YA ALLAH… KENAPA GUE NINGGALIN JEJAK DI TKP SETELAH MELAKUKAN AKSI KRIMINAL SIH?!

Saat itu gue deg-degan, takut kalo Pak Rustam berhasil menyimpulkan kalo gue pelaku kejahatan penculik kue-kue lucu di mejanya. Terus gue di-smack down. Gue langsung dzikiran, meminta perlindungan yang maha kuasa, lalu pura-pura ngobrol sama Jannah biar gak dicurigai. “EH JAN, TAU GAK RUMUS MENCARI VOLUME TABUNG GAS ELPIJI?”

“Bapaknya sudah pergi, Yog.” Bisik Jannah.

Gue melirik ke arah meja Bu Mur, Pak Rustam beneran sudah pergi. Gue cuma berharap beliau tidak mempermasalahkan hilangnya kue miliknya, atau minimal lupa dengan kejadian hari ini.

Pesan moral: tempat duduk boleh dipakai, jatah makanan, jangan harap!

43 comments

Tahek.. hahaha... ini ceritanya memacu adrenalin juga, Pung. padahal ngarepnya pak Rustam bakal mempermasalahkan sehingga terjadi sesuatu yang diinginkan.

tapi enak juga yak magangnya di cerita ini, walo gatau aslinya gimana, tapi dapat jatah makan dan kue itu sesuatu banget sob. bentar, saya kelewat apa gimana ini, kok kayaknya kisah ngajarnya gak ada, padahal kan magang di sekolah... bentar, scroll scroll dulu saya.

Reply

wahhhh bapaknya nyari tuh ibu terus nanyain kuenya dimakan apa gak terus ibunya bilang gak, terus ibu dan bapa itu kembali lagi cek ke mejanya bahwa kuenya ilang, dan melihat cuma ada kalian disana, lalu pelaku yang makan kue itu adalahh....... KAMU!

Reply

Kesel juga gue baca tengah malem, eh bahasnya malah makanan. Padahal judulnya udah jelas. :| Mana nasi di rumah udah habis gini. Ya, Allah. Nanti kalau tidur sampai kebawa mimpi makan lemper, pokoknya lu gue laporin Pak Rustam!

Reply

wkwkwkwk makan ya makan aja mas, cerita yang seru ya, lucu juga kadang aku suka ketipu sama tahu isi yang isinya bihun, kirain cuma ada di daerahku aja, ternyata disitu juga ada ya isi bihun.

haha

Reply

Hahaha. Sudah makan saja. Jangan malu. Kalau malu kelaparan.

Sekalinya makan, malu-maluin. Mana ada ancaman dijadiin lemper sama Pak Rustam. 😂

Reply

mampus loh yog!. untung dia juga ngak kenal lw.
kalau kenal pasti dia bilang "kamu ya yang suka makan kue lucu
saya"

Reply

Dapet tempat PLP enak, kayak warung. Jajanan apa aja ada, tinggal lhebbb...
Untung gak dibakar sama Pak Rustam.

Reply

Tulisan lu tetap kocak yak kak dulu jaman shs seru bng skrng jam plp jg gak kalah seru bisa banget nuangin idenya jd lawak bngt semangat 69 kak

Reply

Taeeeeek. Hahahahaha. Dasar nggak tau diri! Kan kasihan Pak Rustam. Harusnya kan Pak Rustam yang membugili kue-kue lucu itu, malah kamu yang membugili. :(

Ih Bu Mur-nya kamu baik bet yaaaaaa, Yogs. Beda bet sama Bu Mur-nya aku, guru waktu SMK. Nggak ngemong kayak gitu. Bu Mur-ku nggak 'maksa' buat makan, tapi maksa buat minta maaf karena aku tidur di jam pelajarannya. Minta maaf biar aku nilai pelajaran Bahasa Indonesiaku (belio ngajar Bahasa Indonesia btw) nggak kosong :(

Reply

Enak banget tempat PLP nya.
Sumpah bikin iri banget.
Jadi keinget dapat PPL di sekolah yang ketatnya minta ampun. 😢

Reply

Kayaknya cuma aku doang deh yang nga suka sama lemper. rasanya aneh gitu, kenyol-kenyol nga jelas.
Mungkin hari itu kamu bisa lolos dari pak rustam, anak muda. tapi nanti di akherat, kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu itu.
muahahahahaha

Reply

Sebenernya postingan ini berindikasi rindu akan kenangan ga sih bang? Wehehehe....

Senyum senyum tipis gak pas nulis ini?

Iyasih, dulu juga pas awal pkl malu-malu kalo ada makanan eh pas sudah nyaman malah malu-maluin wkwkwk

Reply

sumpah, padahal gue berharap pak Rustam itu marah-marah.. :')

Reply

gue ngebayanginnya pak rustam ini juga bawa burung hantu di pundaknya. dan kue'' itu buat makanan peliharaannya. untung aja ga sampe ketahuan ya. andaikan ketauan, kayaknya bakalan di sulap jadi lemper

Reply

kok kentang sih :')
aturan mah abis itunya pak rustam ngelabrak kamu aja biar seru

Reply

Haha, mungkin aja pak rustamnya pergi beli gorengan lagi, karena gorengan dimejanya lu ambil,

Owh iya sekolah tepat lu PKL keren tu ada dapur gurunya, jarang-jarang ada yang kayak gini.

Reply

Kesel wanjeer baca tulisan ini. Gregetan. Aku berharap pak rustam tau kalo kamu yg ngambil jatah kue lucunya:(

Semoga suatu saat pak rustam bisa menemukan blog ini dan mengetahui semuanya.

Reply

Di SMA gua dulu juga ada dapur buat tempat makan guru dan suka ada yg masak juga di dapur itu. Yang paling nyebelin saat lewat dapur kantor guru adalah BAU SAYUR ASEM SAMA IKAN ASINNYA, bener-bener bikin laper apalagi kalau lewat situ pas istirahat ke-2 jam 12, jamnya makan siang :((

Pak Rustam, aku turut sedih akan hilangnya kue-kue lucu dari mejamu..

Reply

Cie pernah jadi guru. Wkwkwk

Mungkin gue salah satunya yg kayak temen lo itu. Waktu magang tempat gue jauh bgt. Terus tiap hari harus ke sekolah ya walaupun seminggu cuma ngajar sekali atau dua kali. Tapi seru bgt. 😎

Reply

"MAKAN DULU KAMU! MAKAN! MALU-MALU DI SINI YA KELAPARAN!"
Kalimat Bu Mur ini ngena bgtsih. Kalo ga dibilangin bgini biasanya sok jaim malu2 gtu:'D Tp klo malu malah jd laper. Makanya gue skrg klo msalnya ada yg nawarin makan ya lgsg aja blg "Oh, ya boleh deh" Gausa malu2. Wkwk. Kecuali yg nawarin cuma basa basi doang sih :/

Jatah org dimakan.. Parah luu. :'D Hahahaa. Mgkin pak rustam lebih mentingin jatah makanannya ketimbang mentingin soal bangkunya, karena bangku gabisa dimakan ketika laper melanda.....

Reply

(((MEMACU ADRENALIN)))

(((PADAHAL NGAREPNYA)))

INI NAPA PENGEN GUE TERSIKSA SIH?

Aslinya ya... enak. ada gak enaknya tapi lebih banyak enaknya sih. pas magang dulu jarang ngepost Haw, cuma beberapa aja nyeritain pas magang. Postingan tahun 2015 akhir. :))

Reply

kayaknya semua daerah ada deh haha

Reply

(((ancaman dijadiin lemper)))

etapi emang hampir chaos sih waktu itu. untung langsung pergi pak rustamnya. :')

Reply

kalo ketahuan aku akan pura-pura amnesia.

Reply

(((gak dibakar pak rustam)))

ALHAMDULILLAH MASIH SELAMAT, PAK!

Reply

kenapa icha khalifa ini selalu fokus di kalimat bugil membugili :(

akhirnya gimana tuh? apakah membuat postingan permintaan maaf ke Bu Mur? "Maaf untuk keputusan ini"

Reply

sabar, pasti biarpun gak enak tempat PLP-nya ada enaknya juga. Selalu bersyukur aja. \o/

Reply

LEMPER ITU ENAK WOYYY!!!

Astaghfirullah. Semoga pas Rustam saat itu langsung mengikhlaskan. :')

Reply

tiap nulis yang flashback gitu selalu lah senyum2 muahahaha

Reply

mb dian pengin liat aq dimarahin? :')

Reply

INI NAPA PENGIN GUE TERSIKSA SIH? PADA DENDAM APA GIMANA? :"

Reply

Beliau menghilang entah kemana. kayaknya balik ke Lab, tempat nongkrongnya.

Iya, keren sih. Gue aja kaget. Huahahaha.

Reply

#FrontPembelaPakRustam #SavePakRustam

Reply

wanjer ikan asin huahahahahaha. gokil lah. Kalo di sekolah tempat gue magang itu lebih sering ayam goreng sih.

Reply

nah itu. setiap tempat walaupun keliatannya lebih berat pasti ngasih pengalaman yang seru juga, bahkan lebih seru.

Reply

nah kalo nawarin basa basi itu yang paling males wkwk, tapi ini ditawarinnya emang banyak makanan berlebih, kecuali kue kue yang emang dijatah itu. :')

Reply

Kalo gua ada diposisi pak Rustam, gua pasti bakal bawa lu ke rumah uya buat diungkap siapa yang udah menggauli kue-kue lucu itu

Reply

rezeki anak soleh xD

Reply

Post a Comment

Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.

Terima kasih!