Dari
SMA, gue biasa dijadikan tepat curhat oleh teman-teman gue, mulai dari curhat
masalah cinta, keluarga hingga galau menentukan orientasi seksualnya.
Oke,
yang terakhir gue bohong.
Gue
cukup seneng karena ini artinya berarti temen-temen gue percaya sama gue.
Percaya bahwa gue mampu membantu mereka menyelesaikan masalahnya, kalo pun gue gak bisa memberikan solusi, gue
bisa menghiburnya. Kalo gue gak
bisa menghiburnya, gue masih bisa memberinya pelukan hangat. Sayang, biasanya
yang susah dihibur itu kebanyakan cowok.
Jadi
tempat curhat
gak selamanya membuat gue bahagia,
kadang ketika kita menggebet seseorang dan dia udah mulai terbuka dengan kita.
Sampai akhirnya ketika dia curhat masalah percintaan. Kita bakal dibuat deg-degan sambil berharap doi
ngasih kode kalo juga suka sama kita. Kadang kejadiannya begini,
“Gue
lagi suka sama orang, tapi malu ceritanya….” Kata calon gebetan gue.
“Gak
apa-apa, sama gue aja loh… cerita aja,” Jawab gue sambil mesem-mesem penuh
harapan.
“Ummm…
Gue suka sama Joko, lo ada saran gimana caranya supaya dia tau perasaan gue? Dia orangnya cuek sih, tapi itu yang
bikin gue suka sama dia aaaaaak….”
Kretek.
Terdengar
suara hati yang retak dan suara yang terucap hanya, “Ummm… EH, LO TAU SIH GAK
TERNYATA MATA UANG INDONESIA ITU RUPIAH! HAHAHA!”
Gak ada yang lebih nyesek ketika calon
gebetan curhat suka sama orang dan itu bukan lo.
*Nulis-nulis nama mantan gebetan di pasir* |
Semenjak kejadian retaknya hati gue
itu, gue memutuskan pensiun sebagai konsultan cinta temen-temen gue. Hingga
akhirnya beberapa hari yang lalu, ada yang ngirimin gue e-mail dan dia curhat
tentang masalah percintaannya. Si pengirim e-mail kita sebut saja dengan nama
Eva. Nama panjangnya Evala pundak lutut kaki.
Loh? Guys? Pada kemana??
Oke gue lanjutin. Gue baca pelan-pelan
isi e-mail dari Eva dan jiwa konsultan cinta gue kembali bangkit. Gue pengin bantuin
dia dalam menyelesaikan masalahnya. Masalah yang dia alami cukup complicated.
Eva
bercerita sekaligus bertanya: