[Cerita PART. 1]
[Cerita PART. 2]
Cari penginapan di daerah D.I
Panjaitan itu kayak pipis sambil kayang. Susah! Rata-rata bangunannya adalah
toko pinggir jalan. Mendadak terbayang kalo gak nemu penginapan, gue dan Dana bakal
tidur ngemper di depan toko. Sambil saling berpelukan. Bayanginnya aja udah
bikin gue merinding. “Pokoknya harus segera nemuin penginapan!” batin gue.
Jalan sudah berganti nama, gue lupa
waktu itu gue masuk ke jalan apa namanya. Kalo gak salah jalan P.M Noor. Jalan
dengan kecepatan sedang sambil tolah-toleh nyari penginapan. Hasilnya sama,
nihil! Gue pun menepi ke pinggir jalan dan segera buka google, lalu segera
mengetik kalimat “hotel mesum samarinda” oke, becanda. Gue ketik keyword “penginapan murah samarinda” di
kolom pencarian. Setelah hasil pencariannya muncul, gue buka satu link dan
bener aja, daftar hotel dan penginapan murah terpampang, lengkap dengan alamat
dan harganya. Harganya rata-rata cuma Rp 100.000/malam.
Kampretnya: KITA GAK TAU ALAMATNYA
ITU DI MANA.
Kita masih berusaha mencari
penginapan yang jaraknya gak terlalu jauh dari tempat acara. Kita kembali ke
daerah SPBU tempat gue isi bensin tadi dan belok ke jalan Ahmad Yani, ada
sebuah hotel berlantai 3 berwarna ungu. “Coba ke situ? Tanya rate-nya aja dulu.” Ajak Dana. Karena
letaknya gak terlalu jauh dari lokasi acara, kami masuk ke situ.
Sampai di depan receptionist, kami
diberitau dapet fasilitas apa aja. Kasur dua, full AC, kamar mandi dalam, dapet
sarapan. Udah. Gue pikir bakal dapet hadiah umroh gratis, ternyata gak ada. Gue
kecewa. “Yak, ini rate-nya, mas.” Si mas receptionist membalik sebuah plang
yang ada di atas mejanya.
“Wanjir… harganya sama kayak beli
gundam yang real grade.” Kata gue
dalam hati.
“Okedeh, Mas. Kita ambil.” Kata
Dana.
“….”
Sebenernya gue gak mau nginap di
hotel ini karena menurut gue termasuk mahal. Tapi cuma hotel ini yang lokasinya
cukup dekat, gue juga udah capek naik motor non stop dari Balikpapan, udah
pukul 5 sore, kita berdua bener-bener kudu istirahat, mandi dan bersiap pergi
lagi.
Sampai di kamar yang letaknya paling
pojok dan lantai 3, Dana langsung mandi. Gue hempaskan badan gue ke kasur kayak
sugar glider yang lagi terbang. Hasil gerakan ini adalah gue langsung tengkurap di kasur. Capek. Gue cek hape ada
BBM dari Fita yang nanyain posisi gue di mana.
Dia: Dimana car?
Gue: Di hatimu :3
Gue: Di hatimu :3
Udah bales sok imut gitu, BBM gue
cuma centang, tandanya dia udah matiin hapenya. Atau tau gue bakal balas gitu,
jadinya dia segera jual hapenya.
Pukul 6 sore gue mandi dan sumpah,
seger banget rasanya. Capek di badan terasa hilang saat air mulai membasahi
kepala. Oke, cukup sampai di sini aja penjelasan gue mandinya, gak perlu sampe adegan sabunan. 20 menit
kemudian gue selesai dan segera berpakaian rapi.
“Jam berapa otw?” Tanya Dana sambil tiduran.
“jam 6.45 aja.”
“Okey, sempet lah tidur sejam dulu.”
“INI UDAH MAU JAM SETENGAH 7,
BANGKE!”
*****
-Buddhist Center-
Pukul 7 kurang kami sampai di tempat
acara, dari luar panggungnya tampak megah. Deretan kursi bagian depan udah
terisi. 80% penonton adalah orang tua dari murid yang les di tempat lesnya itu.
Bener-bener strategi bisnis yang menarik: tempat les bikin konser tahunan, yang
tampil muridnya, orang tuanya pasti nonton anaknya tampil, untuk nonton harus membeli
tiket, tempat les kaya raya.
Pukul 7.15 acara konser dimulai.
Diawali pertunjukan piano oleh anak-anak kecil yang mungkin masih berumur sekitar 7 tahun. Atau 9 bulan. Pokoknya masih kecil-kecil gitu. Lalu penampilan biola oleh anak-anak SD lainnya juga. Setelah 6 instrumen, muncul deh
yang udah tua-tua. Ummm… yang remaja maksud gue.
Satu persatu pemain biola muncul
dengan memakai dress putih untuk cewek dan jas hitam untuk cowok, kemudian
mereka duduk di kursinya. Gue perhatiin satu-satu, mencari Fita.
“Nyet, itu Fita!” kata Dana.
“Mana?”
“Itu pas arah jam 12-mu!”
“Eh iya, itu dia.”
Pacar macam apa gue ini gak kenalin
pacarnya sendiri.
Setelahnya gue fokus untuk nonton.
Bagi gue dan Dana, ini pertama kalinya kita nonton konser musik klasik.
Biasanya kami nonton gigs band metal.
Lebih dari 12 aransemen dimainin oleh Fita dan kelompoknya. Gue cuma bisa diem
nyaksiin Fita mainin biolanya. Dana berusaha mencari celah untuk moshing. Sayangnya gagal.
“Keren pacarmu, nyet.” Kata Dana.
Gue cengengesan. “Pake pelet apa kamu kok dia bisa mau sama kamu?”
“Bangke.”
Menjelang 2 lagu terakhir, tiba-tiba
Fita berubah posisi, yang tadinya main biola, kini jadi main piano. “Dia bisa
main piano juga?” Tanya Dana heran.
“Yoi.”
“Si anying… bener-bener keren
pacarmu, nyet.”
Gue kembali cengengesan. Bangga
punya pacar yang punya kelebihan di bidang tertentu. Seenggaknya kalo dipamerin
ke temen, gak cuma pamerin parasnya doang, tapi juga kelebihannya. Ehe.
*cengengesan*
Pukul 10 malam konser pun selesai.
Banyak yang maju ke depan panggung buat foto-foto. Kaum ini didominasi oleh
orang tua murid yang mau foto anaknya. Gue ikutan ke depan, nyari dedek-dedek
gemes. Ehm, maksud gue Fita.
Tangannya, om! yang di belakang mau motret juga! |
Ternyata dia sibuk foto bareng yang lain. Gue
tunggu dia di tangga deket panggung. Beberapa menit kemudian dia turun. Gue
lambaikan tangan biar dia liat gue karena dia… rabun kalo gak pake kacamata.
Dia senyum, menuruni tangga dengan hati-hati sambil menenteng biolanya di
tangan kirinya. Dia cantik banget malam itu dengan dress putihnya, ujung rambutnya
yang biasanya lurus kini dibuat keriting, bawaannya pengin gue unyel-unyel
rambutnya.
Gue datangin dia, “Keren,” kata gue.
Dia nunduk, malu. “Makasih ya…”
Pukul setengah 11 malam hampir semua
penonton udah pulang. Gue dan Dana masih di dalam. Rencananya mau ngajak makan
malam bareng, nyatanya gak bisa. Gue lupa kostnya Fita nerapin aturan jam
pulang. Gak boleh di atas jam setengah 11.
“Kalian nginap, kan? Besok pagi aja
kalian jalan, gimana? Tadi kita ijin ke bu kost paling lama jam 11 pulangnya.”
Kata Nella, temen sekostnya Fita yang juga ngisi acara malam itu.
“Iya kalo dia bangun pagi.” Kata gue
pesimis, gue hapal kelakuannya Fita yang susah bangun pagi, apa lagi besok hari
minggu, ditambah kecapean habis nampil, lebih enak tidur.
Si Fita nunduk malu, aibnya kebongkar.
“Ntar aku bangunin dia.” Balas
Nella. “Kalian nginap di mana sih?”
Gue pun ngasih tau di mana gue
nginap, sekalian minta kasitau di mana tempat makan yang murah. Gue bener-bener
gak ada makan dari siang sampai malam. Penghematan. :’)
“Sekitaran hotelmu itu banyak kok
jual makanan. Murah!”
“Okedeh. Kita cari makan dulu.” Gue
balik badan. “Bangun pagi ya besok!”
“Iyaaaaa…” kata Fita.
-CARI
MAKAN-
Berbekal info dari Nella, gue dan
Dana langsung menuju arah hotel dan mencari tempat makan.
“Mau makan apa?” Dana tolah-toleh,
“Nasi goreng?”
“Sembarang, yang penting perut
keisi.”
“Eh ayam penyet kayaknya enak tuh…”
“Jadi makan apa, nih?”
“Ayam penyet aja.”
“Oke.”
“Eh sate aja yok!”
Ternyata ngajak makan cowok sama ribetnya kayak ngajak makan cewek. Jika cewek selalu menjawab dengan "sembarang aja" maka cowok akan menjawab dengan labil. Kami akhirnya mutusin buat makan sate. Selama
makan, kita bahas soal konser tadi.
“Tadi ada pemain biola masih kelas 1
SMA tapi udah main biola 8 tahun. Kamu 8 tahun yang lalu ngapain aja, nyet?”
Dana membuka obrolan.
“8 tahun yang lalu?” Gue berusaha
menerawang masa lalu. “Umurku sekarang 20 tahun, 8 tahun yang lalu umurku berarti
12, itu aku kelas 1 SMP dan aku… belajar karate. Kamu, nyet?”
“Kalo aku 8 tahun yang lalu… pertama
kali nonton bokep.”
Pembicaraan tidak gue lanjutkan.
Sate pesanan kita datang. 1 porsi
isinya lontong sepiring dan 10 tusuk sate. Setelah makan, gue menuju motor,
Dana yang bayar. Untuk urus-urusan bayar selama di perjalanan kita emang saling
bayarin, ntar pas di Balikpapan tinggal hitung total pengeluaran, baru bagi
dua.
Kami segera menuju hotel. Gue tancap
gas dengan kecepatan 60 km/jam. Gue udah kangen meluk kasur. Dana diem aja
selama gue bonceng. Gue curiga dia nahan boker.
“Ntar kalo ke Samarinda lagi jangan
makan di situ lagi.” Kata Dana pelan.
“Ke…kenapa? Enak aja kok tadi.” Kata
gue.
“Enak sih enak, tapi…”
“Ta… tapi, apa?” Gue jadi mikir yang
enggak-enggak. Gue kepikiran acara reportase investigasi, jangan-jangan sate
yang Dana makan bukan daging ayam, tapi daging tringgiling.
“1 porsi masa 40 rebu!”
“BAJIGUR… MAU NAIK HAJI KAYAKNYA ITU
TUKANG SATE!”
“Nih makanya sate sisa tadi kubawa
ke hotel. Sayang beli mahal-mahal gak dihabisin!”
Gue mendadak pengin ke kost-nya
Nella buat nabok dia karena memberikan informasi palsu. Kata-kata Nella masih
membekas di ingatan gue, “Sekitaran hotelmu itu banyak kok jual makanan.
Murah!”
Pas bagian “murah”-nya menggema di
kepala gue. Murah… murah… murah… muraaaaaahhh~
MURAH DARI HONGKONG!
Karena terlalu lelah untuk ke kost
Nella, gue langsung pulang menuju hotel. Bersyukurlah kau, Nell, gak jadi gue
tabok malam itu. 15 menit kemudian kami sampai di hotel, gue langsung loncat ke
kasur. Kali ini pake gaya bajing loncat. Lepas sepatu di kasur, lepas baju di
kasur, pokoknya semua serba gue lakuin di kasur saking capeknya. Bahkan cuci
muka gue lakuin di kasur! Gue aktifin hape karena di Buddhist center gak ada
sinyal, ada chat dari Fita yang ngucapin terima kasih udah datang nonton. Dia
juga nanya mau ke mana besok pagi.
Dia: “Besok kamu pulang ke
Balikpapan jam berapa car?”
Gue: “Jam 10an kayaknya deh…”Dia: “Berarti jam berapa kita ketemuan?”
Gue: “Lebih cepat lebih baik. Pagi, jam 8an :p”
Dia: “Mau ke mana emang?”
Gue: “paling deket sih Alaya kan? Atau cari sarapan aja baru pulang.”
Dia: “okey… bangunin ya car. Takut gak bisa bangun pagi :’)”
Setelah saling ngucapin good nite, gue set alarm pagi biar bisa bangunin Fita juga. Gue mau tidur cepet. Sementara Dana menyetel TV, kebetulan tim favoritnya, Juventus lagi tanding. Malam itu, gue tutup dengan doa, semoga besok pagi gak hujan. Karena kalo hujan, Samarinda pasti banjir. Ibu kota emang identik dengan banjir, ya?
Pukul setengah 7 gue bangun dan
segera lari menuju jendela, menyibak gordennya dan Tuhan mengabulkan doa gue. Cuaca
cerah! Gue segera nelpon Fita buat bangunin dia. Panggilan pertama langsung
diangkat, suaranya terdengar males, khas orang yang nyawanya belum terkumpul
semua. Sampai gue yakin dia bener-bener udah bangun dan menuju kamar mandi, gue
matiin telponnya.
Gue bangunin Dana juga. Jika bangunin pacar gue lakuin dengan cara menelpon, maka khusus untuk Dana, gue bangunin dengan cara tendang-sampai-jatuh-dari-kasur. Setelah Dana bangun dan
nyawanya terkumpul semua, kita berdua segera menuju ke bawah untuk sarapan.
Sampai di bawah, sarapannya belum siap. Dana menatap gue dengan pandangan membunuh. Kesel dibangunin pagi padahal
gak ada apa-apa. Kami naik lagi ke lantai 3. Kampret.
Karena perut udah keroncongan, kami
makan sate sisa tadi malam. Kami makan dengan pelan, tiap gigitan kami nikmati
perlahan. Begitulah efek makan setelah tau harganya di luar perkiraan. Tiba-tiba
keinginan untuk menabok Nella timbul lagi.
Pukul 7.15 kami turun lagi ke bawah
buat sarapan. Kali ini sarapannya udah siap. Gue cuma ambil roti dan sereal.
Ntar kan makan juga sama Fita, pikir gue. Selesai makan, kami naik lagi ke
atas, Dana segera mandi, gue sendiri asik nonton TV sambil chat sama pacar.
Mastiin dia gak ketiduran di kamar mandi.
Pukul setengah 9 Fita baru pergi
dari kostnya. Padahal tadi katanya mandi jam 7. Mandinya satu setengah jam?! Cewek emang gitu, lama banget mandinya. Sampai sekarang gue masih
gak ngerti ngapain sih cewek lama-lama di kamar mandi? Mandinya sambil ngitung
berapa jumlah bulu pada sikat wc? sambil ngitung berapa volume air dalam baknya?
Daripada pusing mikirin hal gak
penting kayak gitu, gue pun segera mandi juga. Tentunya setelah Dana keluar
dari dalam kamar mandi.
Pukul 9 Fita gak ada kabar, gue
takut dia nyasar karena pengetahuannya soal jalan Samarinda bener-bener payah.
Hampir 3 tahun tinggal di Samarinda tapi dia gak tau jalan. Akhirnya dia
ngabarin kalo udah di parkiran. Gue dan Dana segera check out dari hotel dan nyusulin
Fita ke parkiran.
Karena sepagi ini belum ada café
yang buka, mall pun pasti masih baru buka, kita mutusin buat cari sarapan di
warung. Penghematan. :’)
Sebagai anak kost sejati Fita tau
tempat makan yang murah, dia ngajak sarapan di daerah yang kalo gak salah
namanya Pramuka. Sayangnya lebih banyak warung yang tutup karena hari minggu.
Bilangnya anak kost sejati tapi ini kok gagal nemu warung, hah?!
Ke luar dari kawasan pramuka, kami
menuju perkotaan. Banyak mall. Apakah harus makan di mall? Apa kabar
penghematan? Karena faktor perut orang Indonesia yang kalo belum makan nasi itu
sama aja belum makan, roti dan sereal yang gue makan di hotel sudah tidak mampu
menahan lapar lagi. Kami masuk ke Mall lembuswana dan ke… KFC.
-KFC
-
“Makan sini bawa pulang?” kata mbak
pelayan KFC.
“Makan sini, mbak.” Jawab Dana.
“Untuk makan bertiga kami ada paket
dengan bonus CD.”
“Ummm… boleh. Ini ayamnya bebas mau
apa aja?”
“Bebas.”
“Saya pesan dada. Kamu apa, nyet?
Fita apa?”
“Dada!” jawab gue tegas. “Yang
sebelah kiri! Lebih gede!”
Gue dikeplak Fita, bikin malu.
“CD-nya mau yang mana?” lanjut si
mbak kfc, berusaha mengabaikan permintaan gue tadi.
“Uhhh… CD-nya yang berenda-renda,
mbak.” Jawab gue.
Kali ini Fita pura-pura gak kenal
sama gue. Mbak-mbak KFC pasti merasa ini adalah hari sialnya nemu pembeli kayak
gue.
Setelah pesanan datang, kami bertiga
naik ke lantai 2 dan mulai makan sambil ngobrol. Bahas konser soal tadi malam
lagi. Untungnya topik “8 tahun yang lalu ngapain aja” udah dibahas tadi malam.
Fita mulai cerita awal mula belajar biola. Jadi, kisah ini bermula ketika Fita SMP dan nonton anime La Corda D’oro, dia jadi tertarik
belajar biola. Gue jadi ingat saat gue SMP, stasiun tv Animex lagi
jaya-jayanya, gue sendiri pas SMP suka nonton anime… sergeant keroro. Sejak
nonton Keroro gue juga jadi tertarik untuk menginvasi bumi.
“Gara-gara film itu aku jadi
tertarik biola, lalu pas ulang tahun dibelikan papaku biola padahal belum bisa
main. Jadi buat gaya-gayaan aja.” Fita lanjutin ceritanya. “Terus pas SMK mulai
belajar otodidak.”
“Terus bisa sampai nampil di
mana-mana itu cuma otodidak?” Dana penasaran.
“Pas mulai kuliah, ada ekskul biola. Ya sudah ikut aja, lalu pelatihnya itu punya tempat les. Aku dikasih beasiswa buat belajar di sana. Sempet jadi pengajar juga di sana. Baru karena sibuk kuliah, ya aku berenti dari sana, ikut yang di kampus aja.”
Denger cerita dari Fita bikin gue
makin bangga sama dia.
Semoga Dana gak liat foto hasil crop-an ini. |
“Oh, iya. Nella mana?” Tanya gue.
“Tadi dia bangunin kamu?”
“Apaan, Nellanya aja masih molor pas
aku pergi.” Jawab Fita.
Gue jadi bener-bener pengin gebok
Nella beneran. Udah ngasih informasi palsu soal tempat makan, gak bangunin Fita
juga. Untung gue bangun pagi. Hih!
Pukul 11 kita selesai makan dan
ngobrol, gue dan Dana udah musti balik pulang ke Balikpapan. Gue bonceng Fita
buat nunjukin jalan pulang, Dana ngesot naik motornya Fita. Gue jalan
dengan kecepatan sedang, melewati banyak gang-gang kecil buat motong jalan,
akhirnya kami sampai di sekitar jalan pelabuhan Samarinda. Tinggal lurus aja
sampai deh jembatan sungai Mahakam dan ninggalin Samarinda.
Kami berhenti di sebuah pos
pelabuhan kapal feri untuk bertukar motor. Selayaknya pasangan yang bakal pergi
dan gak tau kapan bisa ketemu lagi, gue genggam erat tangannya Fita, dia juga
begitu. Gue tatap dia, sambil senyum. Mata kami bertemu, bibirnya mulai
tersenyum juga, “Hati-hati di jalan. Jangan ngebut.” Katanya.
“Iyaaaa…” jawab gue sok tegar. Gue
masih pengin lama-lama bareng dia. Tapi cuma itu yang bisa gue ucapin. Gue gak
mau ngucapin kalimat perpisahan karena gue yakin, kita pasti ketemu lagi. Ntah
kapan. Biarlah semesta bekerja.
Dana pun naik ke jok belakang, pertanda kami harus pergi. Gue menyalakan mesin motor, menutup kaca helm, menatapnya untuk terakhir kali sebelum menuju Balikpapan.
“Dadaaaah… sampai ketemu lagi.
Ajarin aku biola kalo pulang ke Balikpapan.” Kata Dana.
Gue pun mulai menggeber si Fixie.
Meninggalkan Samarinda dan Fita, dengan senyum bahagia. "What a day..." batin gue.
Bonus:
Tangan belang karena kepanasan PP Samarinda-Balikpapan pukul 11 siang. Lain
kali ingatin gue buat pake sunblock. Eh, sarung tangan!
16 comments
hasek selese juga ceritanya. haha kasian bat lu yog di kibulin sama Nella :v nyesek tjoy sate seporsi 40rebu..
ReplyEmang sih cewek jago musik itu keren. Kamu pake pelet apasih yog ?? :))
ReplyKeren brooooh
ReplyHahaha ngakak abis pas baca!!
Replyhttp://jevontar.co.vu
Lho perasaan gue udah komen deh. Itu berarti miris juga ya, ujungnya tetep ketemu cuman sebentar. Yabegitulah cara LDR bekerja. Btw, itu tangan lo jadi parah banget. Sepanas itukah Samarinda-Balikpapan?
Replyhehe iya akhirnya selesai juga ceritanya :)))
Replyiye, sampe sekarang gue masih emosi sama nella. kampret..
semua aja suudzon aku pake pelet! :<
Reply#KemudianPromosiLinkBlog #huft
Replyya gitulah... yang penting gue nonton dia tampil :D
Replyerrr.. iya, gue ke samarinda kan pukul 10.30, pas balik ke balikpapan jam segitu juga, gosong tangan gue :|
serem ceritanya,jadi takut
ReplyPakai pelet. ..pasti.
Reply:)
Replypalamu -__-
ReplyCantik x cewek lu pas lagi konser bang beda banget sama yg aslinya.
ReplyIt nonton bokep 8 tahun siapa kak
Replycieeeeee..........cmiw..cmiw
ReplyPost a Comment
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.
Terima kasih!