A Great Story Comes With Great Stupidity

BANG ADA SEKUELNYA GAK???

Kayaknya ’hal random’ dan ‘Yoga’ adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Hari Sabtu kemarin, gue kerja seperti biasanya. Karena di kantor lagi agak gabut, seperti para pekerja pada umumnya, kami berinisiatif membuka LinkedIn dan mulai mencari lowongan kerja.

Oke. Bercanda.

Gue membuka twitter untuk melihat ada pertikaian apalagi di timeline hari ini. Baru aja scroll dikit, tiba-tiba tab mention gue muncul sebuah notifikasi. Sebuah kejadian yang cukup langka terjadi di sini karena gue jarang banget nge-tweet, apalagi sampai ada yang mention.

Karena penasaran, gue klik tab mention dan mendapati sebuah mention yang cukup random tapi sukses membuat gue overthinking:

Sebentar. Tarik nafas. Hembuskan. Oke. Gue akan menanggapi pertanyaan dari Anto Boleng Underscore.

Biasanya, di usia gue yang sudah 29 tahun ini, pertanyaan yang sering muncul adalah: kapan nikah?

INI KENAPA NANYA APAKAH GAK KELUARIN BUKU LAGI? BUKU PERTAMA GUE ITU 10 TAHUN YANG LALU LHO, GAK USAH DITUNGGUIN SEKUELNYA. :’)

Random sekali…

Yaaaa memang sih film TOP GUN aja baru dapat sekuelnya yaitu TOP GUN: MAVERICKS setelah 36 tahun, tapi untuk kasus buku kedua gue, sebenernya ya jelas pengen nerbitin lagi, sialnya untuk saat ini kayaknya keadaannya tidak memungkinkan deh.

Jadi gini, pada tahun 2013, gue berhasil menerbitkan sebuah buku yang cukup menggemparkan toko buku, yaitu: Senior High Stress.

Buku itu bercerita tentang kejadian absurd, ngenes dan kesialan selama gue hidup sebagai anak SMA, di mana kejadiannya di tahun 2009-2012. Saat itu gue iseng menulis naskah buku itu di tahun 2012, setelah lulus SMA dan menunggu masuk kuliah.

Isengnya ya karena temen-temen gue pada kuliah di luar kota, sedangkan gue enggak. Untuk mengobati rasa kangen masa-masa SMA itulah gue iseng kumpulin beberapa tulisan di blog ini, lalu gue tambahkan beberapa cerita yang belum pernah di posting di sini, hingga akhirnya naskah itu selesai dan akan gue baca ulang kalo kangen. Bener-bener gak ada niat “Ini naskah harus tembus ke penerbit dan terbit di toko buku se-Indonesia raya! Lalu aku akan menguasai dunia hahahahaha!”

Gak ada. Bener-bener iseng. Gue kirim naskah pun ke satu penerbit doang.

Ajaibnya, naskah itu diterima dan terbit.

…And, the rest is history.


Temen-temen SMA gue yang kuliah di luar kota pada beli buku gue.

ini harus di-create ulang lalu dipakein hashtag #10YearsChallenge

Tiba-tiba diajak ketemuan sama wartawan untuk interview sebuah Koran.

Banyak yang tiba-tiba mention gue di twitter, katanya abis baca buku gue.

Ada yang komentar positif, ada yang negatif. Komentar positif bikin gue semangat untuk bikin buku lagi, sementara komentar negatif ya gue terima (karena memang benar wkwkwk) dan gue usahain untuk gak terjadi di buku selanjutnya.

Gue berusaha menulis lebih baik lagi, karena gue percaya, tulisan yang bagus itu adalah tulisan yang awalnya jelek. Semakin sering kita menulis, semakin mahir nantinya. Gue mencoba tetap konsisten menulis di blog sambil berusaha menguasai dunia membuat naskah baru saat itu.

Tapi pada perjalanannya, kayaknya gue sudah mengubur mimpi gue untuk punya buku kedua di tahun 2015. Saat itu gue ke toko buku dan rata-rata gue lihat, buku yang terbit adalah novel fiksi yang di-cover-nya ada tulisan “TELAH DIBACA SEKIAN JUTA KALI DI WATTPAD”.

Buku-buku lain yang bergenre sama kayak tulisan gue pun sudah dikuasai oleh selebtweet atau komika yang tentunya mereka diajak kerjasama oleh penerbit untuk menerbitkan buku.

Peran media sosial kayaknya bener-bener jadi penentu kalian bisa menerbitkan buku atau enggak. Seberapa meng-influence kalian di media sosial, berapa jumlah followers, seberapa menarik konten kalian kayaknya jadi gerbang utama untuk penerbit datang dan menawarkan untuk kerja sama.

Yaaa sepertinya balik lagi ke faktor bisnis perusahaan/penerbit. Dengan menerbitkan buku dari orang yang sudah ‘terkenal’ (misalnya dengan followers ratusan ribu/jutaan) atau karyanya sudah dikenal duluan (TELAH DIBACA SEKIAN JUTA KALI DI WATTPAD), penerbit gak perlu khawatir lagi bukunya gak laku di pasaran karena orang-orang tersebut suda punya basis massa-nya sendiri, kan?

Kayaknya sudah gak ada lagi penerbit waras yang mau ambil resiko dengan menerbitkan naskah orang random out of nowhere gak dikenal siapa pun. Kalo ada, infokan titik kordinat karena siapa tau gue bisa nerbitin di situ. Ehe.

Nah, apakah dengan followers banyak itu privilege? Bisa dibilang iya. Tapi gue sama sekali tidak iri. Mereka berhasil mem-branding dirinya sendiri, membangun relasi, sampai punya banyak followers, hal itu dilakukan dengan kerja keras dan konsisten, dan itu gak mudah, lho. Jadi, ya… ketika mereka diajak kerjasama oleh penerbit untuk menerbitkan buku ya itu bonus dari kerja keras mereka di awal tadi.

Selama fenomena buku-buku dari wattpad atau selebtweet itu menyerang toko buku, gue cuma berusaha konsisten menulis di blog. Tapi ya sambil tipis-tipis nyusun naskah, karena gue masih sedikit berharap bisa menerbitkan buku lagi, walaupun gue seperti yang bilang, tahun 2015 adalah akhir di mana keinginan gue menerbitkan buku lagi.

Di akhir tahun 2016, naskah gue selesai gue tulis. Gue inget banget nulis naskah itu barengan dengan nyusun skripsi. Jadi, pas gue stuck ngerjain skripsi, gue malah lanjut ngetik calon naskah.

Cerita-cerita dalam naskahnya pun lebih personal daripada Senior High Stress. Ketika naskah itu beres, gue malah bingung mau diapain nih? Mau kirim ke penerbit lagi entah kenapa gue ragu. Dari yang awalnya dulu berani kirim karena iseng, gue malah takut mengirim karena “tau” keadaan di luar sana belum berubah. Gue udah kayak orang yang pengen ngechat mantan buat ngajak balikan.

Akhirnya ya… enggak gue kirim.

Gue malah kirim ke Kresnoadi, temen seperjuangan gue ngeblog. Kami saling tukar naskah untuk di-review, karena kebetulan saat itu dia lagi bikin naskah juga. Beres dari Kresnoadi, gue mulai meng-edit naskah, menambah dan mengurangi beberapa kalimat hasil saran dari Kresnoadi. Setelah gue rasa selesai, gue kembali bingung bin ragu. INI NASKAH MAU GUE APAIN YA?!

Tahun 2017 gue sudah mulai kerja, kesibukan gue di dunia kerja perlahan mulai membuat gue meninggalkan dunia tulis menulis ini. Blog sudah hampir gak pernah gue update, naskah itu pun berakhir di mengendap di laptop gue.

Selain Kresnoadi, pacar gue, oiya mantan gue adalah orang yang pernah baca naskah itu. Respon dia saat itu malah suka baca cerita soal mantan gue. Entah emang suka ceritanya atau buat bahan berantem semisal gue lakuin kesalahan. Entahlah.

Sekarang, tahun 2023, 10 tahun buku gue terbit. Jujur, gue masih bangga dengan terbitnya buku itu, walaupun secara kualitas ya mungkin tidak terlalu bagus. Karena pada proses pembuatannya cuma iseng, tulisan gue masih amburadul khas curhatan anak SMA, komunikasi saat proses editing dari penerbit dan gue yang kurang maksimal dan tau-tau terbit, tapi ya itu tetap ‘anak’ gue.

Untuk naskah lama itu, calon ‘anak’ kedua gue, kadang gue buka untuk edit-edit kembali, supaya jokes-nya masih relate dengan zaman sekarang. Pas lagi ngedit itu, kadang gue pernah mikir, apa taruh di wattpad aja? Apa terbitin sendiri aja di penerbit indie? Apa gue fokus menguasai dunia aja, ya?

Sampai sekarang, gue gak tau harus ngapain.

Any idea?

 

 

---

Nb: Oiya, Kresnoadi akhirnya berhasil nerbitin buku juga di tahun 2023! Tentunya ini bukan naskah yang dia kirim ke gue untuk saling review waktu itu.



Selamat, ya!

Penerbit kita sama, lho. Bisa kali...

BERCYANDAAA~

 

How's Life?

Hai.

Ehe. Hehe…

Ummm… How’s life?

Ehehe.

Di tahun 2022 begini, masih ada gak sih yang nulis di blog? Kalo sudah enggak ada, ya kayaknya emang sudah bukan zamannya. Kalo masih ada, oke gue tambahin populasinya. Iya, sama-sama.

Terakhir kali gue update blog kayaknya tahun 2020, itu artinya sudah 2 tahun yang lalu. Dalam kurun waktu tersebut, banyak hal yang terjadi di kehidupan gue. Dari hal yang bikin bahagia kayak punya pacar, sampai hal yang bikin sedih kayak bapak gue meninggal dunia.

Bahas Komentar dan Tali Sepatu


Sebenarnya salah satu alasan kenapa tiba-tiba gue update blog lagi kemaren adalah karena ini.


(((SEMOGA DIA TENANG)))

Gue belum meninggal ya heyyyyy. Tolong jangan mengadi-ngadi!

Terus alasan lainnya adalah kayaknya gue baru sadar kalo menulis itu salah satu cara ‘pelarian’ gue untuk melepas stress di dunia nyata, ya walaupun yang gue tulis juga tidak penting. Seperti ada ‘beban’ yang lepas dari kepala gue setiap kali selesai nulis.

Tapi, kadang gue juga minder ketika mau ngetik postingan, lalu inget blog temen-temen yang lain isinya lebih berfaedah daripada tulisan gue. Kayak blognya Haw yang bahas teori fisika dikaitkan dengan kejadian di dunia nyata, blognya Adi dengan proyekan kerennya, blognya Yoga Sholihin dengan tulisan fiksinya, blognya Ichsan yang… sama sampahnya kayak gue wkwkwk. *toss*

Sebenernya pengen gitu nulis sesuatu yang berfaedah, yang menunjukkan kecerdasan dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta berkepribadian luhur, tapi kok gak bisa. Jadi, yaudah kita bahas dikit komentar di postingan sebelumnya. (Gimana bridging-nya? Mantap, kan?)

Oke, kita mulai.

Balada Membeli Sepatu


ASTAGHFIRULLAH.

BENTAR. INI KOK TAU-TAU SUDAH BULAN APRIL SAJA HEY?!

Perasaan baru kemaren di akhir tahun 2019 udah wacanain bakal update di bulan Januari dengan opening klise, “Wah, gak kerasa gue sudah setahun gak update blog ini.” karena terakhir kali gue update blog itu bulan Januari 2019.

Kalo sudah bulan April gini kan gue jadi harus revisi opening-nya.

WAH, GAK KERASA GUE SUDAH SETAHUN EMPAT BULAN GAK UPDATE BLOG INI.

Mantap.

Ummmm… Bagaimana tahun 2020 sejauh ini?