A Great Story Comes With Great Stupidity : Pilek Ini Membunuhku

Pilek Ini Membunuhku

Tiap pagi, cuaca di kota Balikpapan belakangan ini selalu turun hujan. Ini membuat hubungan gue dan kasur menjadi semakin sulit untuk dipisahkan. Enggak cukup sampai di situ, tiap bangun tidur juga hidung gue mendadak mampet, badan anget, kepala pusing. Iya, itu tandanya gue mau cedera hamstring.

YA ENGGAKLAH!

Tandanya gue mau pilek.

Memang cemen sih penyakit gue. Tapi biar cemen begitu, jangan pernah meremehkan penyakit pilek. Kita semua tau kalo pilek bisa menyebabkan hidung mampet, badan lemes dan kepala bernanah (ini kenapa jadi serem begini?). Kombinasi hidung mampet dan badan lemes itu tentunya bakal mengganggu kita dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Entah kerja, kuliah atau merampok bank.

Gue pernah waktu itu lagi pilek parah. Ingus gue warnanya sampe ijo, kental, lengket, susah dibuang. Seakan-akan si ingus itu ngontrak di dalam hidung gue. Hidung berasa sudah penuh sama ingus, pas coba dikeluarin, eh gak ada ingusnya. Kalo pun ada, jumlahnya dikit banget. Bahkan lebih banyak janji-janji manis pacar dulu daripada ingus yang keluar. Gue pun jadi susah untuk bernafas. Karena belum mau mati karena cuma gara-gara sakit pilek, gue pun bernafas menggunakan… pori-pori. Ehe. YA PAKE MULUT LAH.

Saat pilek parah itu pun gue mendapatkan panggilan untuk tes kerja. Menurut SMS undangan, gue lolos seleksi administrasi dan lanjut untuk tes psikotes, pukul 8 pagi. Biar cepet sembuh dan bisa fokus di tes itu, gue langsung minum segala macam obat. Mulai dari obat warung, obat dari dokter, sampai obat kuat.

Hari saat tes pun tiba juga. Apakah obat yang gue minum berfungsi? Oh jelas tidak. Gue masih pilek parah. Kondisi ini makin diperparah dengan cuaca yang pagi itu hujan. Ini kan bikin gue dilema untuk datang ke tempat tes apa enggak? Dengan tekad mendapatkan pekerjaan, gue pun memutuskan untuk tidur lagi. *lho*

Ya enggaklah, gue hajar ajalah. Enggak setiap lamaran yang gue kirim bakal dipanggil untuk tes dan kalo gue gak datang ketika sudah ada panggilan, ini kan buang-buang kesempatan banget? Buang kesempatan buat diri gue sendiri, juga orang lain yang gagal dipanggil karena posisinya tergeser oleh gue.

Bangkai, keren juga gue bisa nulis kalimat di atas.

Oke, lanjut.

Beres mandi dan sarapan, hujan tampak belum ada tanda-tanda bakal berhenti, atau pause dulu gitu selama gue pergi. Karena waktu sudah mepet, akhirnya gue memutuskan untuk nerobos hujan. Gue segera pakai mantel, naik motor dan mulai pergi menuju tempat tes.

Sekitar 20 menit kemudian, gue sampai di tempat tes, sudah banyak motor lain berjejeran di parkiran. Gue segera melepas mantel, menaruhnya di atas jok, tarik ingus dan masuk ke dalam gedung tempat tes. Begitu masuk… DINGIN BANGET, YA ALLAH.

AC-NYA MATIIN WOY TOLOOOONG!

INI BOLEH NYALAIN API UNGGUN ENGGAK?!

Di dalam gedung sudah berjejer puluhan kursi yang deretan depannya sudah terisi oleh peserta tes. Gue memilih posisi kursi agak belakang. Baru aja mendaratkan pantat di kursi, seorang panitia tes meminta gue pindah.

“Ayok isi bagian depan dulu, Mas.” Kata om panitia, sambil menunjuk sebuah kursi di bagian kiri, agak depan. Karena gue cinta damai dan tidak ingin menimbulkan huru-hara, gue mengikuti arahan dia.

Pindah tempat duduk ke bagian kiri, agak depan.

Terus gue ngerasa kok makin dingin nih?

Pas ngeliat ke atas… GUE DUDUK PAS DI BAWAH AC!

Ingus di dalam hidung gue langsung mengeras dan makin menyumbat hidung gue. Mau pindah tempat duduk tapi takut ditegur lagi, yaudahlah, gue pasrah aja. Gue mulai menyalakan api unggun menggosok-gosokkan kedua tangan gue, biar hangat.

Beberapa peserta tes mulai berdatangan dan mengisi tempat duduk yang kosong. Beberapa menit kemudian, daftar hadir mulai digilir untuk diisi, kemudian psikotes pun dimulai.

Kita semua tau, psikotes itu gak mungkin cepet. Soal-soal yang dikerjakan banyak. Bahkan lebih banyak soal psikotes daripada jumlah Minion di film Despicable Me. Selama pencarian kerja dan mengikuti berbagai tes, psikotes yang paling cepet gue lakuin itu memakan waktu 2 jam. Itu artinya… paling cepat gue tersiksa gak bisa bernafas di ruangan ini adalah 2 jam.

Psikotesnya saat itu berlangsung seperti biasa. Ada beberapa soal psikotes yang sudah pernah gue kerjain saat psikotes di tempat lain, ada juga beberapa soal yang baru pertama kali gue temui, entah bentuk soalnya atau pertanyaan dari soalnya. Hal paling menyebalkan adalah ketika lagi fokus mengerjakan soal, tiba-tiba ingus di hidung gue terasa penuh dan… meler.

Karena gak pengin lembar jawaban gue kejatuhan ingus yang berwarna mirip cendol basi ini, beberapa kali gue narik-narik ingus sendiri. Suara “SROOOOOT! SROOOOTTT!!!” pun menjadi soundtrack ruangan tes itu.

Kenapa ingusnya gak dibuang aja? Pertanyaan bagus!
1. Membuang ingus sama saja membuang waktu, yang artinya sama saja membuat semakin sedikit soal yang bisa gue kerjakan
2. Gue gak bawa tisu
3. Gak ada peserta tes yang dengan sukarela mau gue peperin ingus.

Psikotes berlangsung tanpa henti selama 3 jam lebih. Kalo pun ada jeda, itu dipakai untuk menjelaskan tata cara pengerjaan soalnya. Jadi, gue bener-bener gak ada kesempatan untuk buang ingus ataupun nyalain api unggun.

Kombinasi nerobos hujan, ruangan ber-AC dan gue duduk tepat di bawah AC bener-bener menyiksa gue, terutama Kepala gue rasanya berat banget. Tiap berhasil mengerjakan soal psikotes itu, rasanya pengin langsung sujud syukur. SUSAH WOY MIKIR KALO LAGI PILEK GINI.

Kita semua tau bahwa otak membutuhkan asupan oksigen untuk bisa berfungsi secara normal. Sedangkan oksigen, masuk melalui hidung, dan saat ini hidung gue tersumbat oleh ingus. Itu artinya oksigen tidak bisa masuk dan membuat gue gak bisa mikir secara optimal.

Kondisi gak bisa mikir gara-gara pilek ini bener-bener menyiksa di tes terakhir. Saat itu gue baru aja menyelesaikan tes menggambar pohon (gue menggambar pohon mangga), manusia (gue menggambar orang yang sedang pergi bekerja), wartegg (gue menggambar RM SELERO BUNDO). Oke, yang terakhir bukan wartegg seperti itu. Tapi, melanjutkan gambar dari setiap gambar yang ada di kolom.


Selesai dengan tes menggambar tadi, seorang om panitia berdiri di depan, lalu mengambil mic dan mulai bersabda, “Bagi yang mau ke toilet dipersilakan, karena tes selanjutnya akan memakan waktu cukup lama dan kalian tidak bisa izin ke toilet saat tes ini berlangsung. Saya beri waktu 10 menit.”

Dengan penuh suka cita gue segera mengangkat pantat dan pergi ke WC untuk membuang ingus jahanam ini. Begitu sampai WC, gue pencet hidung gue dan mulai menghembuskan nafas kuat-kuat agar si ingus keluar.

“SROOOOOTTTT! SROOOOOOOTTTT!!!”

Setelah ngerasa ingusnya keluar semua, gue cek tangan gue. LAH GAK ADA INGUSNYA! INI INGUSNYA BISA SULAP APA GIMANA?!

Mau nyoba buang ingus lagi tapi hidung gue udah sakit banget, apalagi kuping gue malah jadi bindeng setelah melakukan proses pembuangan ingus yang sia-sia itu.

You know bindeng? It’s a moment when kuping lu berdengung gitu, kayak ada suara-suara aneh tapi di sekitar lu gak ada apa-apa. Gue udah beda tipis kayak Profesor X yang di film X-Men.

Gue kembali ke ruangan tes dengan hidung yang masih mampet. Sementara itu di depan, si om panitia sudah membawa beberapa lembar kertas berukuran besar. Besarnya kayak gengsi mantan yang kangen tapi gak mau hubungin duluan. Otak gue langsung konek, “Wah, tes koran nih?”

Ternyata betul, setelah kertas berukuran besar itu dibagikan ke meja peserta, om panitia mulai menjelaskan tata cara mengerjakan tes itu. Gue setengah tidak memperhatikan penjelasan itu karena gue sebelumnya sudah pernah mengerjakan tes jenis ini.

Jadi, di kertas itu ada deretan angka yang disusun secara acak dan tugas kami adalah menjumlahkan angka itu dari bawah sampai ke atas dalam waktu tertentu (misalnya 1 menit), lalu akan ada aba-aba, “pindah!”  yang artinya kami musti pindah kewarganegaraan baris dan mulai menjumlahkan lagi dari bawah ke atas. Biasanya tes ini enggak memakan waktu lama. 10-15 menit juga selesai.

Tapi, samar-samar gue mendengar penjelasan dari panitia berbeda dengan pengalaman yang pernah gue lakuin itu. Penjelasannya kira-kira begini:

1. Menjumlahkan dari atas ke bawah

2. Soal dikerjakan dalam waktu 1 jam non stop

3. Akan ada aba-aba “garis!” di menit-menit tertentu yang artinya kami harus membuat tanda garis di penjumlahan yang sedang dikerjakan.

4. Soalnya bolak-balik (kerjakan bagian depan dulu sampai selesai semua, baru bagian belakangnya, jika sudah selesai dan masih ada waktu bisa meminta tambahan kertas. Pas denger penjelasan ini rasanya pengin marah. SATU LEMBAR AJA BELOM TENTU SELESAI!)

Oiya, belakangan gue tau ternyata tes Koran yang gue lakuin itu dulu namanya tes kraepelin, sedangkan yang sekarang adalah tes pauli. 

tes kraepelin
 
tes pauli
Sekarang masalah gue cuma satu: bagaimana bisa mikir dengan hidung mampet seperti ini. SATU JAM NON STOP JUMLAH-JUMLAHIN ANGKA, YA ALLAH…

“Oke, bisa kita mulai… sekarang.” Kata om panitia.

Gue mengambil pulpen, membuka lembaran kertas itu dan mulai mengerjakan.
Awalnya semua berjalan lancar jaya. Gue masih baik-baik aja, lancar ngerjain tanpa perlu berpikir keras. Sepuluh menit kemudian isian lembaran gue mulai lambat terisi.

“GARIS!”

Setelah memberi garis, gue kembali mengerjakan lagi. Berusaha mendapatkan ritmen dan tempo yang asoy seperti awal-awal mengerjakan. Teriakan “Garis!” sedikit banyak merusak konsentrasi gue. Gue mulai geleng-geleng kepala, tangan juga mulai pegel, tapi gue masih berusaha fokus.

“GARIS!”

Menit-menit selanjutnya fokus gue mulai terpecah antara ngerjain soal atau nahan ingus yang mulai meler. Gue narik ingus gue pelan-pelan karena takut merusak konsentrasi peserta lain dengan suara ingus yang syahdu ini. Hasilnya adalah gue mulai enggak bisa mikir sama sekali.

“Satu tambah tiga, empat.” Gue tulis angka empat.

“Empat tambah lima, sembilan.” Gue tulis angka sembilan.

“Lima tambah delapan…”

“LIMA TAMBAH DELAPAN ITU BERAPA YA?!”

“AAAARRRGGHHH BERAPA LIMA TAMBAH DELAPAN?!”

Kepala gue mendangah ke atas, ngeliatin plafon, berharap ada jawaban lima tambah delapan di sana. Gagal. Gue gak nemuin jawaban di sana. Gue mulai zikiran dan berpikir keras. “Berapa lima ditambah delapan ya Allah?”

“AH TIGA BELAS! IYA BENER TIGA BELAS!!!”

Pulpen gue arahkan ke kertas, gue akan menulis angka tiga aja karena jika hasil penjumlahannya puluhan, maka yang ditulis adalah angka terakhirnya.

Coretan pulpen mulai membentuk bulatan untuk kepala angka tiga…

“GARIS!!!”

KAGET ANJER! 
AAAAKKK TADI LIMA TAMBAH DELAPAN BERAPA HASILNYAAA?!

Selain diburu oleh waktu dan aba-aba “garis” yang cuma panitia dan Tuhan yang tahu kapan diteriakkan, sayup-sayup mulai terdengar suara kertas yang dibalik oleh peserta lain, tanda lembar bagian depan sudah terisi semua. Sementara itu kertas gue baru terisi setengah lembar.

ITU SARAPAN PAKE KALKULATOR APA GIMANA KOK CEPET SIH?!

Gue mulai memotivasi diri gue sendiri supaya bisa cepet mengejar keteringgalan. “Ayo, Yog! Kamu pasti bisa! Bisa gak lolos kalo selembar doang gak selesai!”

Gue biarin ingus gue meler dan mulai menggunakan mulut gue untuk bernafas, lalu gue mulai memusatkan pikiran dan konsentrasi untuk menjawab soal anak SD ini. Aba-aba “garis!” yang sebelumnya ngagetin mulai bisa gue atasi. Hasilnya? Lembar bagian depan sudah terisi penuh dan dengan sombongnya gue membalik ke lembar belakangnya. Saat membalik kertas itu rasanya kayak tiba-tiba ada lagu We’re The Champions menggema di ruangan.

“Oke, sekarang fokus kayak tadi!” kata gue, dalam hati.

Baru aja mau menjumlahkan tiga tambah delapan, dari arah belakang terdengar suara cowok yang bilang, “Pak, minta tambahan kertas.”

Ya Allah… Merusak momen kemenangan gue aja.

ITU PASTI PAKE JOKI!

ITU PASTI NGECHEAT!

KOK CEPET WOY TUNGGUIN NAPA!

Gue langsung buru-buru ngerjain soal di lembar belakang. Berusaha agar bisa cepat menyelesaikan lembar ini lalu meminta lembar soal lagi. Mungkin karena emang gue sudah gak bisa mikir dengan cepat gara-gara pilek, ditambah ada rasa ‘takut’ karena sudah ada peserta lain yang mengerjakan dua lembar, konsentrasi gue buyar. Penyakit gak bisa ngitung penjumlahan yang sebenernya cemen kembali kumat, membuat beberapa detik terbuang percuma.

Akhirnya gue sadar, gue gak perlu mikirin pekerjaan orang lain. Gue cukup fokus dengan pekerjaan gue sendiri dan berusaha menyelesaikan dengan sebaik-baiknya. Saat panitia mengumumkan waktu selesai, gue hanya bisa mengerjakan satu lembar setengah. Gue liat peserta lain ada yang sama kayak gue, ada yang lembar pertama aja belum selesai, ada juga yang nyaris selesai selembar.

Seiring dengan selesainya psikotes hari itu, gue memutuskan untuk langsung pulang. Gue sudah berencana jika sampai di rumah langsung makan siang, minum obat dan tidur. Biar gue gak perlu lagi tes sambil disiksa oleh hidung yang mampet.


SALAM INGUS!




--
Sumber gambar:
http://bayuaditya0.blogspot.co.id/2015/05/kraepelin-dan-pauli-test.html
http://www.teskerja.com/2014/11/tips-lulus-cara-mengerjakan-tes-wartegg.html
https://bundajie.wordpress.com/


41 comments

jorok bat postingannya hhhh :(

Reply

wah aku pertamax hm sungguh suatu kebanggaan

Reply

Njir lah..
Aku lagi makan, kebetulan depan laptop. Dan kebetulan rencananya maen kesini, lah, lagi makan, di sambut tuh sama foto bocah yang itu..

Berhenti makannya ah :(

Reply

Bang pernah gak ingusnya ketelen pas lagi narik narik ingus? Hahaha.

Wih salut dah, soalnya ngerjain kaya gitu kan harus konsentrasi apalagi yang tambah-tambahan angka itu, kere. Semoga keterima bang!

Lain kali bawa selampe/tisu bang, buat meperin ke orang :D

Reply

YA ALLAH GUE BACA INI SAMBIL SARAPAN BUBUR AYAM. SUNGGU MENAMBA KENIQMATAN.

Keren juga kamu bang. Jadi soundtrack ruangan kelas tes psikotes.Coba deh sesekali ingusnya gausah dibuang, ditelen aja. Enaq. Dingin.

Reply

Njiiir ingusnya mantaaaaabbbbb, sedot rasanya asin-asin pasti hehe

Reply

Anjir! Foto terakhir itu gak ngenakin bgt ya. Itu Lo pas zaman kapan? Wkwkw

Reply

Bajingan!!! kenapa warna, bentuk, kekentalan dan gambar harus ditampilkan.. :)

Reply

anju... tes gambar wartegg digambar RM Salero Bundo.. xD

kalo saya kejadian nahan ingus itu pas tes Toefl, dapat bangku disamping AC (ac nya yg kayak salon speaker) itu kesiksa banget. karena nggak bawa tisu juga, dan ingusnya mulai meleleh, mau gak mau dilepehin ke lengan baju panjang. bodo amat lah, entar dicuci.

itu peserta yang cepet kayaknya perlu ditawarin obat kuat pria deh, Pung..

Reply

Emang betul kata dokter, virus Flu dapat menular, bukan hanya dari kontak langsung tapi juga bisa melalui tulisan.

Setelah baca tulisan lo yog, gue juga jadi ikutan Pilek.

Photo yang terakhir, adooh, itu adek lo iya,? Owh jadi gimana dengan test pisikotes nya lulus tidak,?

Reply

GAMBAR TERAKHIR DIJAGA! NGESELIN BANGET NJIR.

Keapesannya berturut-turut ya, Yogs. Mhuahahahahahahaha. Tapi nggak papa. Suara srot srot srot itu jadi hiburan buat para peserta tes. Yuhuuuu~

Baca ini aku jadi inget pengalamanku waktu jadi Customer Service. Waktu itu aku lagi pilek parah, ingusnya ya kayak cendol basi gitu juga. Pas ngetik tanda terima, aku tengadahin kepala biar ingusnya nggak meler. Nah terus pas selesai ngetik dan jelasin tanda terima plus prosedur ke pelanggan, dengan sekuat tenaga aku berusaha buat nggak narik ingus. Tapi nggak bisa. Huhuhu. Jadilah srot-srot mulu. Tapi mau gimana, kalau pegang tisu mulu keliatan nggak sopan. Mau ijin ke ke belakang juga lagi nggak bisa :(((

Reply

buset daaaah jumlah ingus disamain sama janji manis para mantan =))

Reply

tak pikir tadi adminnya punya hubungan gelap sama kasurnya. kalo pilek itu malah bikin sussah tidur, mau napas pun tersendak-sendak. biingung deh pokoknya.

btw, aku suka gambar paling bawah, butuh kerja keras lho ngeluarin sebanyak intu.

Reply

oiya. blogmu udah tak follow, kalo berkenan silakan follow juga blog-ku ya. biar makin akrab. salam kenal, ya. he he.

Reply

Hahaha tes paling ngeselin TES PAULI!!! paling rese kalau udah teriak GARISS!!! langsung deh buyar hitungannya. 1+2 aja lupa berapaa...

Reply

baidewee... buku lu masih dijual ngk ? gue mau beli yog ? :)

Reply

Gue biasanya kalau ujian apa-apa lagi pilek, biasanya dapat hasil bagus. UN SD dan SMP kebetulan lagi pilek, nilai rata-ratanya sampai 9. Giliran SMA sehat-sehat aja rata-rata cuma 7. Siapa tau lu punya keberuntungan yang sama kayak gue. :))

Tes koran terfavorit. Bangke sih, waktunya cuma satu menit aja. Paling bagus cuma sampai baris kedelapan. :(

FOTONYA DIHAPUS AJA DONG!

Reply

Gue malah salah fokus bacanya jadi ((kepala gue berak bangget)). Ampuni aku wahai shohabat. :(

Reply

Gambar manusia sama gambar pohon paling malesin dari setiap psikotes. Gambar manusia yang gue tahu adalah menggambarkan diri sendiri sekitar 5-10 tahun mendatang. Cuma, gue nggak rela masa diri gue jelek gitu karena tangan kaku buat gambar. :( Terus pas gambar pohon juga nggak boleh gambar beberapa pohon. Gue pernah udah gambar pohon apa gitu, terus baru baca cacatan di bawahnya. Pohon yang gue gambar itu dilarang. Taek.

Oh, nama tesnya itu toh. Ah, tetep lebih enak tes koran nyebutnya.

GAMBAR TERAKHIR BERENGSEK! Gue baca ini sambil makan euy. PAK RUSTAAAAAM MANA PAK RUSTAM?!

Reply

pernah, itu kalo udah mampet banget jadinya gue tarik2 nafas, eh malah ketelen :v

Reply

alhamdulillah kalo bisa membantu dik ulan mencapai kenikmatan. :)

(((enak)))
(((dingin)))

Reply

jorok apasi? biasa aja :(

ebuset malah seneng tes koran hahaha

Reply

agar supaya pembaca dapat membayangkan dengan jelas.

Reply

greget abis. terus ingusnya keburu mengeras permanen di lengan baju? :)))

Reply

padahal itu pict bagus banget :"

kirain kamu berharap suara hiburan itu crot crot crot. Ehe.

huahahaha susah ya kalo pilek terus kerja di bagian front liner gitu :'))

Reply

(((admin)))

ya begitulah kira2 hahaha

Reply

kalo mau akrab mah sering2 main ke sini, karena gue dari awal ngeblog cuma follow blog yang gue suka aja, bukan karena difollow terus gue follow balik. hehehe.

Reply

Sudah gak ada sih kayaknya, tapi kalo ada bazar buku gitu sering muncul. :')

Reply

KEBERUNTUNGAN MACAM APA ITU :)))

Oh itu berarti tes kraepelin, kalo cuma semenit semenit doang ._.

Reply

huahahah gue juga gambar diri sendiri terus, untungnya masih lumayan bisa gambar kalo gue. kadang liat gambar peserta lain tangannya bulet kayak doraemon gitu, mendadak sedih. :')

iya, gue pikir sama aja tes koran. ternyata beda. :))

Reply

Post a Comment

Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.

Terima kasih!