Kami
semua diam, menatap Joni dengan datar. Sesekali salah seorang dari kami
menggelengkan kepala, tidak percaya dengan semua argumen dia. Kami semua yakin
bahwa dia adalah pembunuh yang kami cari selama 2 malam terakhir.
“Tolong,
mayor…” mohonnya lagi. “Kalian salah orang! Aku orang baik.”
“Jangan
percaya, mayor! Pasung aja! Bakar!” Ucap Irfan penuh semangat.
“Pasung
atau bakar, nih?” Tanya sang mayor. “Yang konsisten, dong!”
“Pasung,
lalu bakar!” Irfan menjawab dengan lantang.
Aku
menatap pimpinan desa ini alias sang mayor, Febri, dia menatap Joni dengan
tajam. Bibirnya ia gigit, lalu membuang pandangannya ke luar. Joni memasang
tampang memelas, sorot matanya meminta belas kasihan dari sang mayor.
“Gak!
Aku gak percaya! Eksekusi dia!” Tunjuk Febri ke arah Joni.
“YEAAAH!
BAKAAAR!!!” Seluruh penduduk desa tampak senang dengan keputusan Febri sang
mayor.
Wajah
Joni menjadi pucat pasi.
Dengan
penuh semangat puluhan warga desa menggiring Joni ke ujung desa, melewati hutan
yang tak terawat. Pohon tua dan rumput menjuntai tinggi menjadi pemandangan yang
mengerikan. Langkah penduduk desa terhenti di sebuah batang pohon tua yang
besar sekali.
Pohon
itu adalah tempat para warga desa mengeksekusi warga yang bersalah. Sang
tersangka akan dipasung ke sebuah dahan yang runcing, tepat di bagian
jantungnya, kemudian tubuhnya diikat dan dibakar habis. Tulang dan abu sisa
seorang warga yang dieksekusi kemarin tampak berserakan di samping akar yang
besar.
Dua
orang warga desa bertubuh besar mencengkram kedua tangan Joni yang masih
berusaha melepaskan diri. Mereka siap menggangkat tubuh Joni dan memasungnya.
Penduduk
desa mulai menyirami bensin ke tubuh Joni dengan penuh semangat, seakan-akan
Joni adalah tumbuhan dan bensin adalah airnya. Febri selaku mayor berdiri
paling depan dengan obor menyala di tangannya.
“Ada
kata-kata terakhir?” tanyanya.
“Kalian
akan menyesal jika mengeksekusiku.” Balas Joni. “Please, mayor… jangan
gegabah!”
Febri
menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, lalu mengarahkan jempolnya ke leher,
dari kiri ke kanan, isyarat eksekusi. Dua orang bertubuh besar itu mengangkat
tubuh Joni ke udara, siap menancapkannya ke dahan pohon yang runcing.
“Nanti
malam kita akan kembali tidur nyenyak, wargaku. Pembunuh di desa ini sudah mati
hahaha!” kata Febri penuh kemenangan sambil mengangkat obornya ke atas.
“YEEEAAAHHH!!!”
Seru seluruh penduduk desa.
Penduduk
desa mulai membayangkan tubuh Joni yang terpasung sedang dilahap oleh api.
Membayangkan desa mereka kembali aman supaya dapat kembali bekerja seperti
biasa di pagi hari dan tidur tanpa perasaan khawatir tiap malamnya. Kan gak
enak kalo lagi ena-ena tidur dan mimpi basah, eh malah dibunuh.
Joni
pasrah dengan keadaannya. Tenaga dan argumennya tidak cukup kuat untuk melawan.
Dengan brutal, kedua orang bertubuh kekar itu menancapkan tubuh Joni, tepat di
jantungnya.
CROOOT!!!
Joni
tewas seketika dengan ujung dahan pohon yang runcing tampak berbalut darah,
menembus tubuhnya.
Febri
mengarahkan obornya ke arah Joni untuk membakarnya.
Tapi,
‘Tuhan’ berkehendak lain. Mereka semua tidak akan kembali bekerja lagi.
Jangankan bekerja, kembali ke rumahnya pun tidak. Belum sempat obor itu
menyentuh Joni, sebuah ledakan dahsyat tiba-tiba terjadi, membumi
hanguskan seluruh warga desa itu.
“He
he he…” Joni terkekeh.
“Trickster
menang.” Kata ‘Tuhan’. “Joni adalah Trickster.”
Hening.
“Fuck!”
“Bangsat!”
“BERAK
SEKEBOOON!”
Berbagai
umpatan keluar dari mulut teman-temanku. Termasuk aku juga sih yang ikutan
mengumpat saking kesalnya. Iya, umpatan terakhir itu milikku. Kami berlima
belas hanya bisa melihat Joni berdiri sambil tertawa di depan kami, merayakan
kemenangannya dengan bangga. “Trickster
always win, bro!”
“Kalo
tau Joni trickster harusnya kupakai
kekuatan mayorku buat gagalin voting!” Sesal Febri. “Tae!”
“Emang
kamu apa aslinya, Feb?” tanyaku.
“Werewolf.
Hehe.”
“WOOOOOHHH!
DIA PEMBUNUHNYA TERNYATA!”
Febri
pun dilemparin kacang rame-rame.
*****
Oiya,
namaku Dido. Kami lagi main game bernama ‘werewolf’. Sebuah game yang menurutku
seru sekali karena kami harus memerankan sebuah peran, entah peran baik atau
jahat.
Game
ini bercerita tentang sebuah desa yang tiap malam harinya, bakal ada manusia
serigala alias werewolf yang membunuh warga desa satu per satu. Tugas kami tiap
pagi adalah mencari siapa sang werewolf itu dengan cara memvoting. Seseorang
yang dicurigai sebagai werewolf dan di-voting paling banyak, maka dia akan
dibakar dan tidak dapat meneruskan permainan.
Pencarian
siapa werewolf inipun tidak hanya membagi kami menjadi kubu jahat atau kubu
baik, ada juga kubu yang tidak memihak siapapun, dia hanya mengacaukan desa,
seperti psychopath yang membunuh tiap malam (entah membunuh warga desa atau
werewolf, suka-suka dia) dan trickster tadi, di mana ketika ia di-voting keluar
dari desa, maka otomatis seluruh warga desa mati karena di jantung Trickster telah terpasang bom waktu yang otomatis aktif jika ia dipasung, dan dialah yang menjadi pemenang game itu.
Dan
Joni adalah orang yang sangat hebat dalam game ini. Dia dapat berpura-pura
polos saat menjadi werewolf, dia juga dapat cerdik dan jeli saat meyakinkan
warga desa untuk mencari werewolf ketika mendapatkan peran baik dan tadi, dia
juga selalu menang ketika mendapatkan peran trickster.
Beda
denganku yang cupu ini.
Jadi
trickster, aku ketahuan dan gak pernah kena voting, lalu malam harinya dimakan
werewolf.
Jadi
werewolf, belum membunuh, aku sudah dibakar gara-gara kena voting hampir
seluruh warga.
Jadi
orang baik, aku selalu dibunuh pertama oleh werewolf. Atau yang paling nyesek,
yaitu aku gak dipercaya oleh seluruh warga desa.
Pernah
saat itu aku mendapatkan peran ‘Seer’.
Sebuah peran yang sangat hebat karena aku tiap malamnya bangun untuk melihat
identitas seorang warga desa yang kucurigai sebagai werewolf. Saat itu aku
menunjuk Joni dan ‘Tuhan’ memberi petunjuk bahwa Joni termasuk golongan orang
jahat. Petunjuknya cukup simpel, hanya menggunakan isyarat tangan.
V
= Orang baik.
W
= Orang jahat.
Ah,
andai petunjuk gebetan juga suka sama kita segampang petunjuk main werewolf,
pasti tidak ada yang namanya kasus ditolak saat nembak gebetan.
Setelah
mengetahui identitas Joni, aku kembali tidur dengan senyum penuh kemenangan.
“Kali ini mampus kau, Jon!” ucapku dalam hati.
Pagi
harinya, tanpa tedeng aling aku memberitahu identitasku kepada seluruh warga
dengan penuh rasa bangga.
“Aku
Seer!” aku menepuk dadaku dengan bangga, lalu menunjuk Joni yang duduk tepat di depanku.
“Joni W, entah dia werewolf atau lainnya, yang pasti dia di kubu jahat. Ayo
voting dia! Hahaha!”
Seluruh
warga desa menatap Joni yang entah kenapa tampak tenang sekali. Kalo aku
diposisi Joni aku pasti sudah pipis di celana dan pasrah dibakar.
“Kalian
yakin dia Seer?” Tanya Joni seraya menunjukku. “Dido itu selalu sensi sama aku,
makanya dia mau fitnah aku biar keluar pertama. Orang aku seer yang asli.”
LAH
SI BANGKE! DIA MALAH NGAKU-NGAKU SEER! ITU PERANKU!!!
“Jelas-jelas
aku lihat kamu semalem W!” kataku penuh emosi. “Kalian percaya sama aku. Joni
itu W.”
“Ya
terserah kalian.” Balas Joni tenang. “Kalo kalian voting aku, gak bakal ada
yang bantu desa ini untuk nyari siapa werewolfnya.”
Hening.
Aku
lihat teman-temanku saling menatap aku dan Joni secara bergantian.
“Yak.
Waktu untuk diskusi selesai. Saatnya Voting!” Kata Heri yang bertugas menjadi ‘Tuhan’
dalam game ini.
Voting
pun dilakukan.
Aku
yang kena voting paling banyak.
Aku
dibakar.
BERAK
SEKEBOOON!!!
*****
Setiap
malam minggu kami selalu berkumpul di rumahku untuk memainkan game ini. Malam
minggu adalah jadwal wajib kami bermain. Awalnya yang main hanya teman-teman
se-gengku saat SMA yang berjumlah 8 orang, tapi lama kelamaan mereka saling
membawa teman (entah teman kuliah, teman kerja atau teman tapi mesra) dan
pernah waktu itu kami main sampai 22 orang. Ini mau main werewolf atau main
sepak bola sebenarnya?
Walaupun
jadwal wajib mainnya tiap malam minggu, hari-hari biasa tidak menghalangi untuk
bermain. Kami semua kecanduan dengan game ini. Terutama Joni. Jika diibaratkan
pengguna narkoba, maka Joni adalah pecandu yang tinggal menunggu mati overdosis
aja. Hampir tiap hari dia mengajak kami bermain.
“Kuy
main!”
Chat dari Joni itu selalu muncul di grup LINE bernama ‘Werewolf
Balikpapan’ yang kami bikin. Chat Joni selalu muncul tiap habis maghrib.
Seperti
kebanyakan grup chat, grup ini hanya ramai di awal, setelah beberapa minggu,
50% anggotanya hanya menjadi silent
reader.
Ajakan-ajakan Joni selalu berbuah tanpa balasan, alias read doang. Kalopun ada balasan juga paling dari teman yang gak bisa ikut main.
Ajakan-ajakan Joni selalu berbuah tanpa balasan, alias read doang. Kalopun ada balasan juga paling dari teman yang gak bisa ikut main.
“Absen
ya.”
“Lagi
lembur, bro.”
“BERAK
SEKEBOOOON!”
Buru-buru
aku hapus huruf demi huruf yang barusan kuketik di layar hapeku itu.
*****
“Gak
ada yang respon, sialan!” Sungut Joni, tangan kanannya memegang hape, sibuk
meng-scroll grup chat, tangan kirinya memegang sepuntung rokok. Ada asap pekat
di antara kami.
“Ya
orang juga lama-lama jenuh kalo main tiap hari, Jon.” Aku menyeruput kopi
buatanku sendiri. “Kamu bener-bener kecanduan, ya? Hahaha!”
“Iya.
Sampe kebayang kalo kita beneran punya kekuatan kayak di kartu-kartu itu
gimana, ya? Ternyata kamu werewolf, lalu Irfan itu bodyguard, Andi itu seer,
Ijah itu sorcerer, aku trickster…”
Ucapan
Joni membuatku semakin yakin bahwa level kecanduan Joni sudah benar-benar parah.
“Eh
gimana kalo coba di grup chat ini? Anggap aja grup chat ini desa tempat
werewolf beraksi. Nah, biasanya kan yang diem-diem doang itu werewolf lalu kita
keluarin dari desa. Ini yang diem doang di grup chat enaknya di-kick aja kali, ya? Hahaha!” lanjutnya
lagi.
“Jangan
woy.” Aku menolak ide yang tidak etis itu. “Jangan ada yang nge-kick, biarin left grup sendiri kalo mereka sudah ngerasa gak nyaman.”
“Mereka
juga diem pasti biar di-kick, mau left grup mereka gak enak.” Balas Joni.
Ada
benarnya juga sih teori Joni. Aku menduga temen-temen yang diem aja di grup ini
karena:
1.
emang sibuk
2.
takut dianggap sok asik karena gak semuanya sudah saling kenal lama
3.
gak ngerti cara membalas chat
Jadi,
daripada merusak pertemanan dan memutuskan tali silaturahmi, lebih baik gak
usah ada yang di-kick. Walaupun kesel
juga kalo yang read banyak, yang
respon itu-itu aja.
*****
“Kuy
main! Sudah 2 minggu lebih nih kita gak main.” Chat dari Joni kembali muncul di
grup chat.
“Kuy.
Sini ke rumah.” Balasku dengan cepat. “Abis Isya’ aja. Bawa makanan jangan
lupa.”
Entah
kenapa malam itu yang merespon banyak. Hampir semua anggota grup mengiyakan
ajakan Joni untuk bermain. Sepertinya mereka ini emang jenuh karena saat itu
kami hampir tiap hari bermain. Jeda waktu 2 minggu tanpa bermain ini ternyata
mampu memulihkan semangat mereka lagi.
Pukul
8 kurang rumahku sudah ramai. Sepuluh orang sudah berkumpul di balkon atas
rumahku, mereka duduk di sofa ataupun lesehan, membentuk posisi lingkaran.
“Udah
bisa main kan orangnya segini?” Tanya Heri.
“Bisa
sih. Tapi Joni belum datang.” Kataku, pelan.
“Main
aja duluan, biar gak kemaleman.” Irfan memberi saran.
Untungnya
aku berpedoman pada sistem demokrasi, jadi aku mengikuti suara terbanyak untuk
segera memulai permainan. Jika aku berpedoman pada sistem otoriter, mereka
semua sudah aku usir dari rumahku.
Tiga
babak tak terasa sudah kami mainkan. Makin ramai pula yang main, tapi Joni
belum juga datang. Aku merasa ada yang beda, permainan ini hambar tanpa aksi-aksi
Joni. Aku melirik jam di hapeku. Pukul 9.17.
“Mana
nih si Joni?” Tanya Irfan. “Dia yang ngajak malah dia yang gak datang, bangke!”
Aku
segera mengambil hapeku, mencari kontak Joni dan menelponnya, nomornya tidak
aktif. “Kemana pula anak ini?” gumamku dalam hati.
Baru
saja aku meletakkan hapeku, sebuah sms muncul di layar hapeku, dari nomor yang
tidak kukenal. Aku buka sms tersebut.
“Kak
Joni kecelakaan. Tolong maafkan semua kesalahan kakakku selama di dunia. Kami sekeluarga akan membawa dia ke Samarinda. Raka.”
Seketika
tubuhku membatu setelah membaca sms dari Raka, adiknya Joni. Mulutku seperti
terkunci saat hendak memberitahu berita duka ini kepada teman-teman yang lain.
Ada perasaan takut dan tidak percaya saat itu. Rasanya seperti saat main
werewolf memasuki sesi malam di mana werewolf beraksi dan kita sebagai villager hanya bisa tutup
mata, menanti aksi pembunuhan yang dilakukan werewolf selesai.
“EH!
LIAT TWITTER! ADA BERITA KECELAKAAN BERUNTUN!” Jerit Heri dengan mata setengah
melotot menatap hapenya. “Ini deket rumah Joni, kan?”
“Joni
gak datang, jangan-jangan…” kata Irfan, pelan.
Suasana
menjadi sangat hening saat itu.
“I-iya…
Jo-joni…” aku tak sanggup mengatakannya, tanganku bergetar menunjukkan sms yang
baru saja kuterima. Semua teman-temanku yang membaca sms itu refleks menaruh
kedua telapak tangannya ke arah wajah.
“Innalillahiwaina
ilaihirajiun…”
Malam
itu resmi kami semua berduka.
*****
Besok
paginya, kami semua yang terkumpul dalam grup Werewolf Balikpapan ini
mendatangi rumah Joni. Sepi. Rumahnya tertutup rapat. Tidak ada orang sama
sekali. Sepertinya kami telat, Joni sudah keburu dibawa ke Samarinda. Aku coba
telpon Raka, nomornya tidak aktif.
Sudah
lewat 3 minggu sejak berita duka itu datang. Malam itu aku duduk sendirian di
balkon, melirik ke sofa yang biasa diduduki oleh Joni. Samar-samar sosok Joni
seperti muncul di hadapanku.
Aku
jadi kangen dia.
Kangen
semua argumen penuh kebohongannya, kangen emosinya dia saat menjadi korban
pertama dari werewolf yang membuatnya musti menunggu lama untuk bermain lagi,
kangen ide gila dia soal menganggap grup chat kami adalah desa werewolf
beneran.
Aku
membuka hapeku dan masuk ke aplikasi LINE. Membuka grup chat yang kali ini
benar-benar sepi tidak ada lagi sosok yang meramaikan walaupun isinya hanya
ajakan untuk bermain werewolf.
Aku
mengetik sebuah chat di grup.
“Main
kuy? Tribute to Joni.”
Balasan
chat langsung bermunculan, mengiyakan ajakanku. Setelah menyesuaikan jadwal
masing-masing agar kami semua yang ada di grup itu bisa berkumpul semua,
diputuskan bahwa besok malam lah kami akan bermain werewolf lagi, untuk
mengenang sosok Joni.
“Fix,
besok malam, ya?” aku kirim chat itu dan keluar dari aplikasi LINE.
Keesokan
harinya, aku membuka kembali grup chat dan mendapati jawaban bahwa beneran nanti
malam kami akan bermain. Aku scroll
dari bawah ke atas, hingga menemukan chat terakhir yang kukirim.
‘dibaca
oleh 21’
Aku
mengecek total anggota grup, semuanya ada 22 orang. 21 adalah jumlah maksimal
anggota yang membaca. Sedangkan Joni… akun miliknya masih ada di grup. Itu
artinya… Joni nge-read?
Tanpa
ba-bi-bu aku segera menanyakan hal janggal ini di grup.
“Kalian kirim pesan yang read berapa? Kok aku 21, ya? Harusnya kan 20 doang minus Joni.” Lengkap dengan screen shoot chat di hapeku.
Chat
balasan segera bermunculan.
“Punyaku
sudah ku-end chat. Eh, iya. Kok 21
punyamu? :o”
“Aku
juga end chat dari semalem. Itu bug kali, ya? :|”
“Coba
Joni di-kick dulu, Do. Kok aku jadi
merinding, ya?”
Dengan
cepat aku klik anggota grup dan meng-kick
Joni dari grup, berharap apa yang terjadi ini gak ada unsur horror sama sekali.
Selesai meng-kick Joni, aku mengirim
chat lagi.
“Tes.”
"...Tis." balas salah seorang anggota grup.
Kurang
dari 20 menit, chatku barusan dibaca oleh 20 orang.
Berarti beneran yang
sebelumnya… Joni juga read? Tapi kan
Joni sudah meninggal?
Bulu
kudukku mulai berdiri. Ada hawa dingin melewati tengkukku.
Sebuah
chat masuk ke hapeku, mataku tertuju pada pengirimnya, ada nama Joni tertera! Fak! Gimana caranya coba arwah bisa ngirim chat?! Di akhirat ada yang jualan kuota apa?! Aslik! aku merinding!
Aku melempar hapeku ke kasur. Memegang leher bagian belakangku yang terasa dingin. Mencubit sendiri pipiku dan berharap ini cuma mimpi. Sakit. ternyata aku sudah bangun.
Dengan segenap keberanian dan diiringi rasa penasaran aku ambil lagi hapeku, lalu menutup mataku dan hanya menyisakan sedikit untuk mengintip, jariku membuka chat dari Joni, pelan-pelan aku baca isi chatnya...
Aku melempar hapeku ke kasur. Memegang leher bagian belakangku yang terasa dingin. Mencubit sendiri pipiku dan berharap ini cuma mimpi. Sakit. ternyata aku sudah bangun.
Dengan segenap keberanian dan diiringi rasa penasaran aku ambil lagi hapeku, lalu menutup mataku dan hanya menyisakan sedikit untuk mengintip, jariku membuka chat dari Joni, pelan-pelan aku baca isi chatnya...
“Trickster
always win, bro. :)”
Tidak
lama kemudian muncul foto Joni bersama Raka di sebuah gerai kopi yang
sepertinya bukan di Balikpapan, mungkin Samarinda. Raka bergaya dengan mengangkat
gelas minumannya, sedangkan Joni melambai ke arah kamera, dengan gipsum yang
membungkus tangan kanannya.
Dengan
cepat aku membalas chat Joni: “Oh fuck you, Trickster. BERAK SEKEBOOON!!!”
---
Nb: Gue lagi pengin nulis fiksi gara-gara kayaknya udah lama aja gak nulis fiksi, selain itu gue juga lagi sering main werewolf bareng temen-temen gue, ditambah gue juga kemaren nonton ulang serial Sherlock Holmes makanya tiba-tiba kepikiran bikin cerita yang agak misteri atau horor, jadilah cerita ini. :p
http://www.werewolfyk.com/2016/08/penjelasan-karakter-werewolf-lite-pack.html
https://pixabay.com/p-1117687/?no_redirect
https://www.merdeka.com/gaya/6-cara-untuk-buat-hari-tak-lagi-jadi-suram.htmlhttp://socialtextjournal.com/mengenali-karakter-seseorang-hanya-dari-caranya-memegang-handphone/
https://pixabay.com/p-1117687/?no_redirect
https://www.merdeka.com/gaya/6-cara-untuk-buat-hari-tak-lagi-jadi-suram.htmlhttp://socialtextjournal.com/mengenali-karakter-seseorang-hanya-dari-caranya-memegang-handphone/
36 comments
BERAK SEKEBOOOON!
ReplyNgakak sialan. Saya kira cerita horor, ternyata cerita biadab.
Nggak mudeng samasekali sama game inii... Norak banget ya...
ReplyHikss... T.T
Jadi ini ceritanya fiksi didalem fiksi ya..
BERAK SEKEBOOON!!
ReplyMain werewolf ber22 org sepertinya menarik
Gokil ini anak. Saking seringnya main werewolf sampai jadi tulisan fiksi. Keren-keren! :))
ReplyTapi apaan, berak capung! Gue udah mau sedih di bagian menuju akhir, eh mendadak kesel. Jon. Jon. :(
Hahaha, saya nggak paham Werewolf sebelumnya. Cuma ngerti dikit-dikit aja. Oh iya, berak sekebon itu kira-kira seberapa besar kebonnya ya? Terus, anggaplah kebonnya 3 hektare. Berapa ukuran usus besar dari orang tersebut? Eh, ini ngawur.
ReplyMain werewolf terus dong. Nanti bikin Hangout.
werewolf asing banget di telingaku hehe
ReplyBERAK SEKEBOOON!!
Replyni cerita ga ada horror-horrornya pisan.
Kemarin kemarin aku juga sering baca tulisan gara gara warwolf bisa jadi curhatan yang luar biasa menggugah selera.
kayaknya gue kudu main werwolef juga neh
Wah , werewolf dibikin jadi cerpen.
ReplyIni horror-nya dimana ?! Kirain ada pocong atau tuyul gituh yg ikutan werewolf.
Temen sekelasku juga pernah main werewolf , tapi di game android gituh. Tapi pas dia main , malah langsung uninstall , katanya takut tiba-tiba ada pemain GGS muncul di layar smartphone-nya.
Gua ga tau mau bilang apa..
Replyanda ternyata kreatif sekali
saya salut..
-.-
Njir. Aku kok terharu ya sama ending-nya, Yogs. Lemah banget hati ini. Alhamdulillah ya Joni-nya ternyata nggak mati dalam kecelakaan. Pake ngestarbak (itu di starbak kan?). Pasti minum kopi yang harga 40 ribu deh! Jumawa! PUP SEKAKUUUUUUUUUUUS!!!!!!!!!!!!!
ReplyBtw ini nama tokohnya kok pada menimbulkan imajinasi liar sik. Nama Joni, ngingatin aku sama om-om khayalanku waktu jaman sekolah. Om Joni. Dan dido.... itu kayak nama 'mainan' yang typo. Nice...
Wkwk kok kesel yah bacanya, aku kira apa ternyata werewolf, 22 orang lagi,gokil wkwkwk
Replywarewolf? beberapa bulan lalu juga diajak main yg beginian, tapi beda nama. temen-temenku nyebutnya "detektif-detektif'an" *namanya norak banget* haha
Replykonsepnya hampir sama sih, tapi kita pake kartu remi gitu hahaha
ada pembunuh, warga biasa sama polisi kalau ngga salah. nanti mereka suruh nebak, siapa pembunuhnya. kalau votingnya bener & tinggi..berarti sang pembunuh itu mati dan warga sekampung selamat. udah gitu aja. awal-awal emang asik, tapi lama-lama bosan juga main beginian
Yog, tahukah kamu, bahwa bagian pembuka di tulisanmu ini, yg soal cerita pohon tua tempat lokasi gantung menggantung perasaan itu hampir mirip dengan cerita pendek Seno Gumira Ajidarma, Sebatang Pohon di luar desa (di buku Saksi Mata)..
ReplyDan awalnya saya pikir ini tulisan terinspirasi dari tulisannya SGA itu, tapi ternyata soal joni dan kecanduan werewolfnya. Ya seperti kata sang filsuf di tulisannya Yoga AS "jangan gampang menilai.." ya seyogyanya mungkin memang benar ya, trickster selalu menang..
Ya bagaimana pun ditipu lewat sebuah pesan duka merupakan salah satu bentuk kekesalan yg keterlaluan, merusak perasaan
Ini lo jangan-jangan aslinya kalo main beginian 20an orang juga lagi? Buseeet. Kapan beresnya. Hahaha.
ReplyBtw, jarang-jarang nih nulis beginian. :b
Ha ha Joni kau memang bedebah!!! Btw baru kali ini nih aku baca cerpen karangan Om Cupang Sambalado. Keren abis cees.
ReplyHidup Yoga Cupang Sambalado!
Sama-sama ketipu anjir. Kirain bakalan kayak nightmare side.
ReplyTELEK PITIQ, BERAK SEKEBOOON, KEBON KACAAANG.
Replygue udah mau komen innalillahi tadinya, tapi gak jadi, berubah jadi ALLAHU AKBAR!
Btw, gue belum prnah kalo main werewolf secara langsung, biasa mainnya di telegram doang, seru kali ya kalo main langsung.
berak sekeboon.
Faakk Faakk
Replypas baca awalnya uda bikin kesel sama Mayor. kenapa dia begok banget sumpaahh. masak pake nanya pasung ato bakar? berak sekebon.
dan semakin kesel ketika ini cuma game.
ya kali mengahayatinya sampe drama drama di dunia nyataaa,,,,
semakin kesel pas joni ini macemmm voldemort, kapan matinya?
tadi uda innalillah kenapa hidup lagi.
trickster ini emang banget yaaa
yaawwooohhhh
kok kesel ya?
WAH AKU TELAH MEMBUAT DUA LELAKI PARH BAYA TERTIPU! :)))
ReplyNORAK! :((
ReplyIya, semacam itulah :p
cepet pulang ke balikpapan makanya biar bisa join main :))
ReplyKarena gak tega bikin tokoh yang gue bikin mati, yaudah hidupin lagi :(
Replycoba tanya ke orang yang membuat diksi itu :')
Replycobain main \o/
Replyiya cobain main \o/
Replypocong ikutan main werewolf gundulmu...
Replyah apaan main game kok lewat hp, main langsung lebih seru \o/
INI NGAPAIN TERHARU WOY :)))
ReplyHmmm... FANTASI DIJAGA!
WAHAHAHA... emang tujuannya bikin kesel sih xD
Replymungkin karena perannya cuma 3itu jadi cepet bosen. kalo di werewolf banyak perannya, makin banyak yg main makin seru :))
Replyaku gak pernah baca karya beliau, mz :'))
Replymuehehe sebenernya gak mau pake acara mati gitu, gak berani, tapi tiba2 inget film batman yg dark knight rises, si batmanobikin peenduduk ngira dia berkorban, eh taunya autopilotnya udah dibenerin, gak jadi mati. Niru dari situ ide masih hidupnya Joni si trickster :))
belum pernaaah haha. paling banyak waktu itu 18 orang. mainnya sejam sendiri 1 game :))
Replymakasih cees \o/
Replysabar mbak dian :(
Replyenak main langsung sih, kalo main di telegram moderatornya kan bot, jadi pasti adil, kalo main langsung moderatornya bisa gak adil dan bikin makin kesel haha
ini mah ftv :((
Replysabar, mbak :((
ReplyAsemig!!
ReplyPost a Comment
Terima kasih sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca postingan gue. Gak perlu ninggalin link blog untuk dapet feedback, karena dari komentar kalian pasti dapet feedback yang sepadan kok.
Terima kasih!