A Great Story Comes With Great Stupidity : March 2016

Hikayat Item, Si Kucing Kurang Ajar part 2

Baca cerita sebelumnya di sini

Senin
Pulang kuliah, tanpa ganti baju gue langsung ngantar item ke vet clinic. Masalah kembali muncul: Kita gak punya kandang kucing, sedangkan jarak rumah dengan vet itu… jauh. 40 menit lah kalo gak macet.

Ryan pun membawa kardus yang lumayan besar, Item dimasukkan ke dalam, bagian atas kardus diselotip. Jenius.

“Aman, nih?” Tanya gue, gak yakin.

“Kayaknya sih.” Ryan menggaruk dahinya. “Yuk.”

Gue menaiki motor gue, Ryan gue bonceng dengan membawa kotak berisi si item. Gue pacu motor gue lebih kencang dari biasanya. Sepuluh menit awal baik-baik aja, hingga di tengah jalan raya…

“YOG! ITEM BERONTAK!!!” Jerit Ryan di belakang.

Gue yang merasakan goncangan di belakang mulai memelankan laju motor dan mulai menepi. Pas mau berenti dengan entengnya Ryan bilang, “Udah tenang lagi, nih.”

“….”

Perjalanan dilanjutkan. Dengan fokus dan cekatan gue mulai menyalip motor, mobil dan pacar temen sendiri satu persatu.

“YOOOOG! KEPALANYA ITEM KELUAR DARI KARDUS!!!”

“SERIUS?!” Gue panik. “Masukin lagi! Elus! Jitak!”

“Gak bisa! Dia berontak!!!” Ryan masih berusaha menenangkan si Item.

Motor yang gue kendarai mulai bergerak gak beraturan. Pelan-pelan gue mengarahkan motor ke pinggir jalan, pas mau berenti, Ryan bilang, “Udah tenang nih, biarin aja kepalanya di luar sambil kuelus-elus.”

“….”

Jadilah kami, dua lelaki naik motor, berboncengan dengan membawa kotak yang ada kepala kucing nongol.

Perjalanan mulai aman terkendali. Hingga kami berhenti di lampu merah yang durasi waktunya 90 detik. Jika saat hari biasa aja gue ngerasa lampu merah ini lama banget, kali ini gue ngerasa lama banget bangsat!!!

Orang-orang yang lagi nunggu lampu merah mulai memperhatikan kami dengan tatapan heran. Gue berusaha stay cool. Membuat kesan bahwa naik motor, membonceng orang yang membawa kotak dengan kepala kucingnya nongol adalah hal wajar. Beberapa detik menjelang lampu hijau, si item mau lompat ke luar dari kotak.

“YOG!!! ITEM MAU LONCAT!!!”

“Paksa masuk kepalanya!!!”

“AAAAK AKU DICAKAR!!!”

TINNNN… TINNNN… TIIIIINNNNN….

Suara klakson saling bersahutan, tanda lampu hijau muncul. Gue segera tancap gas, karena vet yang kami tuju sudah dekat. Di belakang, gue dapat merasakan Ryan masih bertarung dengan Item, beberapa menit kemudian, masalah sudah teratasi.

“Item udah masuk ke dalam lagi. Ngebut!”

Gue tarik perlahan gas motor, laju motor mulai bertambah, item gak buat masalah lagi. Dia anteng di dalam kotak, hanya suara ngeong-ngeong yang terdengar lirih yang gue dengar. Beberapa meter lagi gue tiba di vet dan nyawa si item bakal terselamatkan!

Lagi anteng nyetir, Perlahan-lahan gue merasakan punggung gue mulai anget. Tapi angetnya beda, walaupun gue udah lama gak bonceng cewek dan gak dapet pelukan dari cewek yang gue bonceng, gue tau kalo anget yang gue rasakan ini beda. Ini terasa… asing.

Ryan jerit, “KAMPREEEETTTTT… SI ITEM KENCING!”

“Ya-yakin kencing?”

Be-berarti, anget yang di punggung gue ini… kencing si Item! BANGSAAAAAAT!!!

Gue menoleh ke belakang dan melihat Ryan mencium tangannya, “Iya, kencing nih. Bau pesing.”

UDAH TAU BAU KENAPA DICIUM?!

 “AAAAAAAAAAAAAAAKKKKK!!!” Kita jerit berdua.

*****

PETSHOP & VET CLINIC

Sampai di vet clinic, Ryan segera menurunkan kardus berisi si Item, lalu mengeluarkannya.

“Yakin nih masuk? Kucing kampung loh yang kita bawa.” Tanya gue ragu.

“Biar kucing kampung tapi ini sakitnya elit.”

Gue buka pintu, Ryan menenteng si Item, kami berdua pun masuk dan langsung disambut oleh dua orang mbak-mbak, satu bagian kasir untuk petshop, satunya semacam receptionist gitu. Karena Ryan sibuk bawa si Item, gue yang daftarin Item buat berobat.

“Selamat sore. Ada yang bisa dibantu?” Tanya si mbak, ramah.

“Uhmmm… ada dokternya, mbak? Mau ngobatin kucing saya.”

“Oh, ada.” Si mbak tadi mengeluarkan sebuah kertas formulir. “Saya data dulu, ya”

Gue mengangguk. “Iya.”

“Nama kucingnya?”

Oke, ini kucing kampung namanya gak boleh terdengar kampung, dan ‘Item’, adalah nama yang kampung banget. “Uhm… Blaszczykowsky.”

“Si-siapa?”

“Blaszczykowsky.”

“Gimana? Gimana?”

“Black, aja mbak.” Kata Ryan. Okey, Black terdengar lebih modern ketimbang Item.

“Oh, Oke. Black ini jenis kucing apa?”

JENG JENG JENG!

Pertanyaan sulit. Gue dan Ryan saling bertatapan,seperti udah saling mengerti, kami menatap mbak receptionist dan dengan mantap mengatakan, “kampung.”

“Oh lokal berarti ya?”

Okey, lokal terdengar lebih enak dibandingkan kampung. Si mbak tadi segera menuliskannya di formulirnya. “Sakitnya?”

“Kencing darah, mbak.”
“KE-KENCING DARAH?!” Si mbak tampak shock mendengar jawaban kami.

“Itu, bekasnya, mbak kalo gak percaya.” Gue menunjuk arah pintu masuk sampai meja receptionist ini yang berceceran pipisnya item. Udah macam ninggalin jejak di hutan biar gak tersesat.

“O…okey. Langsung bawa masuk ke dalam aja, mas.”

Kami berdua membawa Item masuk ke ruangan si dokter, mengikuti si mbak receptionist, sementara si mbak yang tadi jaga petshop langsung ngepel lantai. Item emang kurang ajar. Bikin kerjaan orang nambah aja.

Sampai di ruangan om dokter, si Item ditaruh di atas meja. Dia berusaha lari dan berontak. Kami elus-elus biar tenang. Sang dokter pun memakai sarung tangan karet dan mulai bertanya-tanya apa yang membuat seekor kucing kampung bisa sampai di hadapannya saat ini. Setelah bercerita panjang lebar soal kencing darah yang dialami si Item, sang dokter mengarahkan tangannya ke bagian bawah perut si item, seperti mencari sesuatu, si Item yang perutnya dipencet-pencet langsung nungging dan… CROOOOOOOTTTTT!!!

PIPIS DARAHNYA ITEM KELUAR DERES BANGET!!!

Sekarang gue udah bisa bayangin gimana kalo cowok bisa menstruisasi alias TITITNYA NGELUARIN DARAH! ASLI HOROR!

Setelah tuntas pipisnya, Item di berikan suntikan antibiotic.

“Ini ada infeksi di saluran kencingnya.” Kata si dokter sambil mengambil obat antibiotic buat item melalui suntikan. “Tapi belum parah. Untung cepat dibawa ke mari.”

“Gak perlu operasi, dok?” Tanya Ryan.

“Gak perlu, belum parah soalnya.”

“Kok bisa sih kucing kencing darah begini? Seumur-umur melihara kucing, baru ini punya kucing sakitnya begini, Dok.” Tanya gue.

“Bisa karena dia pipis sembarangan, lalu ada bakteri menempel di alat kelaminnya. Bisa juga karena dia suka nahan kencing, bisa juga karena dia sukanya makan ikan aja.” Terang si om dokter. “Emang biasa dikasih makan apa?”

Mendengar penjelasan si dokter, ternyata hasil googling yang gue dapatkan bener juga. Si item komplikasi dari overdosis protein, suka nahan kencing karena takut berantem sama kucing lain kalo di luar, dan suka pipis sembarangan di mana aja.

“Dia pilih-pilih makan, Dok. Cuma mau ikan layang sama ikan tongkol.”

“Waduh. High class juga seleranya.” Si dokter geleng-geleng. “Tapi dimasak kan? Gak mentah?”

Kami mengangguk.

Sang dokter pun memberikan sebotol obat antibiotic untuk diminumkan ke si Item 2 kali sehari selama seminggu.

Dalam perjalanan ke kasir, kami baru kepikiran hal yang bener-bener penting: gimana bawa si item pulang? Kardus yang dipakai sebelumnya udah gak layak pakai.

“Beli kandang?” gue menunjuk sebuah kandang kucing berukuran sedang yang ada di dalam toko.

Karena gak ada ide lain, terpaksa kami membeli kandang. Sampai di kasir, seperti layaknya pembeli pada umumnya, bagian paling gak enak adalah saat membayar.

Ongkos dokter dan antibiotic Rp 170.000
Beli kandang Rp 250.000

INI KENAPA HARGA KANDANGNYA LEBIH MAHAL DARIPADA ONGKOS BEROBATNYA?!!!

Fix, item emang kucing kurang ajar.
 
Pelajaran yang bisa dipetik:
1. Kucing kampung, oke lokal, kalo sakit ya bawa aja ke vet. Gak bakal diketawain, kok.
2. Sebelum memelihara kucing, pastikan kucing yang akan dipelihara gak kurang ajar.
3. Sayangilah hewan peliharaan anda, sekurang ajar apapun dia.

Hikayat Item, si Kucing Kurang Ajar

Keluarga gue adalah keluarga pecinta kucing. Bukan, pecinta kucing yang gue maksud bukan mendirikan patung kucing raksasa lalu kami sembah. Keluarga gue suka banget sama kucing, walaupun cuma kucing kampung, tapi kucing yang kami pelihara selalu dirawat dengan baik. Dikasih makan, dimandiin, diajak mainan, digoreng. Pokoknya si kucing bakal baik-baik saja sampai maut memisahkan.

Kucing gue yang sekarang namanya… item. Gue kasih nama item karena ya warna bulunya item. Alasan lainnya karena gue gak kreatif ngasih nama. Sempet kepikiran ngasih nama kucing ini Blaszczykowsky. Tapi, karena ntar ribet manggilnya, ya sudah, namanya item aja.
Blaszczykowsky aka Item

Si item sudah sekitar 2 tahun dipelihara. Kegiataan si item sehari-harinya cuma makan-tidur-kencing-boker-repeat. Bener-bener gak berguna. Coba dia bisa merampok bank, pasti gue kaya raya. Si item punya keunikan dibandingkan kucing-kucing gue sebelumnya, untuk masalah makanan, dia cuma mau makan ikan mahal, misalnya aja ikan layang dan tongkol. Pernah gue kasih ayam, dia gak mau makan. Gue kasih ikan asin, dia gak mau. Gue kasih beef steak tenderloin, dia nambah. Kurang ajar. 

Yang lebih kurang ajar adalah dia gak mau dipanggil “pusss”. Selayaknya kucing pada umumnya yang noleh tiap dipanggil “pusss”, si item enggak. Dia akan lewat aja dengan cool-nya sambil nyuekin yang manggil dia. Mungkin jika di dunia manusia, item adalah jenis manusia cool, yang ketika dipanggil cewek-cewek dia gak akan noleh dan berlaly begitu saja. Tapi, dia kan kucing! Gue yang ngasih makan, masa dipanggil sama majikannya sendiri gak noleh?! Kurang ajar.

Kekurangajaran lainnya adalah dia suka kencing sembarangan. Kalo kalian bilang wajar kucing kencing sembarangan di dalam rumah, oke itu emang wajar. Tapi, si item ini kencing sembarangannya, bener-bener gak tau tempat. Kucing lain biasanya kencing di pojokan atau sudut rumah. Si item kencing di… tengah jalan.

Si Item brought kencing sembarangan to the next level!

Pernah, gue lagi jalan dari dapur menuju ruang tamu, tiba-tiba nginjek air. Gue pikir itu air biasa tumpah, karena di dekat situ emang ada kulkas. Tapi, entah kenapa air yang gue injek kok agak lengket dan hangat. Gue angkat kaki, mengarahkan tangan kiri gue ke kaki yang menginjak air tadi, gue oles dikit lalu gue cium.

BANGKEEEEEEE PESING!

INI AIR KENCING!!!!

Bener-bener kurang ajar.

Pernah juga gue liat si item pipis di ruang tamu dengan mata kepala gue sendiri. Sebelumnya dia lagi tidur dengan bersahaja, tiba-tiba dia ngangkat satu kakinya, sedetik kemudian ada air dan bau menyengat. Iya, si item ngompol! Dan kalo si item kencing, ini air pipisnya banyak banget. Mungkin kalo manusia, si item adalah tipe orang yang suka nahan pipis, setelah dirasa air pipisnya banyak, dia segera pipis di tengah jalan lalu nulis nama gebetan pake air pipisnya.

Sekeluarga sempet kesel sama kebiasaan item yang suka pipis sembarangan ini. Mengeluarkan item dari rumah biar pipis di luar pun enggak membantu. Banyak kucing liar di luar sana yang jadi musuh si Item. Sekali keluar, si item bakal berantem sama kucing-kucing itu. Sedetik kemudian, dia bakal lari masuk ke dalam rumah sambil pipis karena ketakutan. Air pipisnya terpeper ke mana-mana. Kalo hoki, gak hanya air pipis yang terpeper, si item juga bakal cepirit. Selain kurang ajar, dia juga cemen.

Hingga pada suatu malam, gue inget banget waktu itu malam minggu, gue malam mingguan di rumah aja karena gak punya pacar.

Oke, fokus.

Gue yang lagi menuju ruang tamu buat nonton liga inggris karena beginilah cara jomblo malam mingguan.

Aduh, fokus. Fokus.

Pas sampai ruang tamu, gue kembali mergokin si item pipis! Posisinya sama, dia lagi tiduran di deket sofa, kakinya diangkat satu dan keluar cairan beracun itu. Tapi, malam itu, ada sesuatu yang berbeda. Air pipis si item warnanya gak bening, tapi pekat seperti… teh.

“BU, ITEM KENCING!!!” Jerit gue.

Mendengar jeritan gue, Ibu gue yang lagi tiduran di sofa segera bangkit dari posisinya dan… nginjek pipisnya item.

“KUCING KURANG AJAR!!!”

“….”

Gue segera mendatangi item dan memastikan itu beneran kencing atau darah? Atau malah kencing darah? Gue segera mengambil tissue yang ada di atas meja dan segera mengelap air berwarna pekat itu. Dari hasil identifikasi hidung gue, dapat dipastikan itu adalah kencing. Gue jadi inget, temen gue pernah air kencingnya berwarna pekat, menurut dokter penyebabnya adalah karena kebiasaan temen gue minum teh k*otak sebanyak 3 kotak sehari. Jangan-jangan si item juga mengalami masalah yang sama? Yang jadi pertanyaan: apakah kucing doyan minum teh?

Ryan, kakak gue, segera gue kabarin soal si item. Kampretnya, dia gak percaya soal pipisnya item yang jadi pekat ini. Dia juga merasa gak pernah ngasih minum item pake teh. Si item juga tampak baik-baik aja. Malam itu, kami anggap si Item lagi iseng aja mengeluarkan air kencing yang warnanya pekat.

Minggu
Pagi harinya gue bangun. Enggak, gue emang biasa bangun pagi, bukan karena gak malam mingguan ya! Saat menuju dapur, gue menemukan beberapa genangan berwarna berwarna pekat di lantai. Beberapa centimeter dari lokasi penemuan genangan, ada si Item lagi asik jilat bijinya. Oke, enggak enak banget bahasanya, tapi, tau kan maksud gue apaan?

SI ITEM KENCING PEKAT LAGI!

Gue inget kata temen gue si penderita pipis pekat, dia disuruh dokter untuk meminum air mineral 8 liter sehari agar sembuh dari pipis pekatnya. Terinspirasi cara dokter itu, gue kasih si Item minum air putih banyak-banyak.
Si item minum air dengan khidmat, gue berharap item cepet sembuh karena kondisinya jadi lemes banget. Pas dia jalan tampak gak ada gairah, makan tampak gak selera, tidurnya pun tampak lemes. (Emang ada tidur yang tampak semangat?!)

Pas malam harinya, item banyak meninggalkan genangan pipis pekatnya di mana-mana. Di ruang tamu, di dapur, di hati yang terdalam. Pokoknya di mana-mana! Dan makin lama, pipis pekat yang ditinggalkan item, warnanya makin pekat, mirip darah. Minum banyak air sepertinya membuat intensitas pipis si Item makin banyak juga.

“Bawa ke dokter, yuk?” Ajak Ryan.

Ajakan ini sebenarnya sah-sah saja, tapi jika mengingat Item adalah kucing kampung, membawa ke dokter terdengar sangat lucu sekali di otak gue. Karena biasanya kucing yang dibawa ke dokter itu adalah kucing mahalan. Gue khawatir aja pas sampai di vet, dokternya malah ketawa. Kurang ajar.

“Aku googling dulu deh penyakit kucing ini apa, siapa tau bisa diobatin sendiri.” Jawab gue.

Setelah beberapa menit googling, gue mendapat beberapa informasi dari berbagai sumber soal pipis darah ini.

1.Kucing cowok emang rentan terkena penyakit pipis darah

2.Penyebabnya yang paling umum adalah karena ‘overdosis’ protein. Protein yang terkandung terlalu banyak, sehingga mengkristal dan menyumbat saluran pencernaannya. Mirip manusia kalo ginjalnya rusak gitu, pikir gue. Kalo dipikir-pikir penyebabnya ini yang paling memungkinkan karena si Item kalo makan cuma doyan ikan aja, dikasih nasi gak mau. Otomatis dia cuma dapet protein, gak ada karbohidrat. Kucing kurang ajar memang.

3.Untuk menyembuhkannya harus dioperasi.

Oke, gue makin bingung harus bawa si item ke dokter apa enggak.

Gue pun memberitahu hasil googling  gue ke Ryan, ternyata dia juga googling dan menemukan fakta yang lebih serem: ada yang share pengalaman kucingnya pipis darah, dibiarin 3 hari, kucingnya mati.

Si item udah 2 hari! Kalo dibiarin umur si item sisa sehari!

UMUR SI ITEM SISA SEHARI!!!

“Oke, besok bawa ke dokter!” kami berdua sepakat.

[TO BE CONTINUED]